Nagari
Halaban yang sejuk di kaki Gunung Sago Kabupaten Lima Puluh Kota, selamanya
akan menjadi saksi bisu bahwa di tempat tersebut pada sebuah rumah di
tengah-tengah perkebunan the yang luas pernah terjadi sebuah peristiwa
bersejarah bagi keberlangsungan perjalanan Republik Indonesia yang sudah di
ujung tanduk, karena di tempat inilah pada hari Rabu tanggal 22 Desember 1948
kira-kira jam 03.00 pagi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
terbentuk.
Terbentuknya
PDRI berawal dari fakumnya kepemimpinan Negara setelah Presiden soekarno dan
wakil presiden M. Hatta serta sejumlah Mentri ditawan Belanda saat terjadinya
Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan ke atas ibu kota Republik Indonesia
Yokyakarta pada tanggal 18 Desember 1948. Disamping itu juga dilatarbelakangi
oleh mandate yang diberikan oleh presiden Republik Indonesia (sesaat sebelum
ditawan) yang ditujukan kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang saat itu
menjabat Menteri Kemakmuran untuk membentuk Pemerintahan darurat Repoblik Indonesia
di Sumatera yang disampaikan lewat pesan kawat yang berbunyi:
“Kami
Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu tanggal 19
desember 1948 jam 06.00 pagi, Belanda telah memulai serangannya di Yogyakarta.
Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami
mengusahakannya kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik
Indonesia untuk membentuk pemerintahan Republik Darurat di Sumatera”
Yokyakarta,
19 Desember 1948
Presiden Wakil
Presiden
Soekarno Moh.
Hatta
Dengan adanya
kawat yang berisikan mandat Presiden tersebut, maka secara hokum (yuridisi) hal
ini merupakan sumber hokum dari berdirinya PDRI yang diketuai oleh Mr.
syafrudin Prawiranegara. Dengan kata lain, eksistensi berdirinya PDRI tidak
perlu diragukan lagi, karena legalitasnya betul-betul ada dasarnya. Kalaupun
kemudian hari Halaban dan Lima Puluh Kota dilupakan dan terlupakan, namun
sejarah akan tetap mencatat selamanya.
Dengan adanya
PDRI, kegembiraan kolonisasi Belanda karena merasa telah menguasai Indonesia
setelah menawan Presiden dan wakil Presiden serta menduduki ibu kota RI
(Yokyakarta) menjadi pupus seketika. Walaupun kemudian Belanda berusaha
meyakinkan dunia bahwa Republik Indonesia telah hancur dan tamat riwayatnya,
akan tetapi dari rimba raya Sumatera Tengah yang merupakan basis gerilya PDRI,
melalui pemancar PKW milik AURI yang selalu dibawa berpindah-pindah berita yang
menunjukkan eksistensi dan perjuangan Republik Indonesia selalu berkumandang,
sehingga dunia tahu bahwa Republik Indonesia yang di proklamasikan pada 17
Agustus 1945 Pemerintah Pusatnya tetap tegar berdiri walau secara darurat.
Formasi PDRI
yang ditetapkan di Halaban tanggal 22 desember 1948 adalah sebagai berikut :
1. Mr. syafrudin Prawiranegara, ketua merangkap Menteri Pertahanan,
Penerangan dan Luar Negeri.
2. Mr. T. Moh. Hassan, wakil ketua merangkap Menteri dalam Negeri,
Pendidikan, Kebudayaan dan Agama.
3. Mr. Moh. Rasjid, menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan,
Pemuda dan Perburuhan.
4. Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman.
5. Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri
Kesehatan.
6. Ir. Indratjahja, Menteri Perhubungan merangkap Menteri
Kemakmuran.
7. Mardjono Danubroto, Sekretaris.
Dalam situasi
darurat dan serba sulit tersebut, itylah informasi pemerintahan PDRI yang dapat
disusun dan segera disiarkan melalui pemancar PKW AURI untuk diketahui khalayak
banyak, baik bagi keuangan Republik Indonesia, kolonialis Belanda, amupun Dunia
Internasional.
Kemudian
beberapa hari setelah keberadaan PDRI dikeahui, diakui dan didukung oleh
tokoh-tokoh nasional yang berada di jawa maupun Luar Negeri, maka diadakan
penyempurnaan formasi PDRI sebagai berikut :
1. Mr. Syafrudin Prawiranegara, ketua merangkap Menteri Pertahanan,
Penerangan.
2. Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Wakil Ketua merangkap Mentri
Kehakiman.
3. Mr. A. A. Maramis, Menteri Luar Negeri.
4. Dr. Soekiman, Mentri Dalam Negeri/ Menter Kesehatan.
5. Mr. Lukman Hakim, Menteri Keuangan.
6. I. J. Kasimo, Menteri Kemakmuran/ Pengawas makanan rakyat.
7. Kiyai haji Mansykur, Menteri Agama.
8. Mr. T. Moh. Hassan, Menteri dalam Negeri, Pendidikan, Kebudayaan
dan Pengajaran.
9. Mr. Moh. Rasjid, Menteri Sosial dan Perburuhan.
10. Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum
11. Ir. Indratjahja, Menteri Perhubungan
12. Letnan Jendral soedirman, panglima Besar APRI.
13. Colonel A. H. Nasution, panglima Tentara dan Teritorium Jawa.
14. Colonel Hidayat, Panglima Tentara dan Teritorium sumatera.
15. Colonel Nazir, Kepala Staf Angkatan Laut.
16. Kolonel H. Soejono, Kepala Staf Angkatan Udara.
17. Kombes Polisi Umar Said, Kepala Kepolisian Negara.
Pada tanggal
23 Desember 1948 tentara Belanda memasuki Payakumbuh yang telah dikosongkan dan
dibumi hanguskan. TNI dan Rakyat Pejuang menyingkir ke pedalaman Lima Puluh
Kota untuk memulai perjuangan gerilya. Para pemimpin yang berkumpul di Halaban
selanjtnya berpencar ke berbagai tempat mengendalikan pemerintahan secara
mobil, namun pos komando tetap ditentukan. Syafrudin dan rombongan mula-mula
menuju Bangkinang, karena situasi tidak aman dan selalu menjadi incaran Belanda
selanjutnya menuju kea rah Bidar Alam Solok, sedangkan Mr. St. Moh. Rasjid ke
koto Tinggi (Puar) suliki yang terletak jauh di pedalaman Kabupaten Lima Puluh
Kota. Karena Nagarinya ada di ketinggian sehingga strategis untuk dijadikan
kedudukan Pemerintahan dalam perjuangan. Nagari ini juga mempunyai jalan
penghubung ke empat penjuru angin.
Di Koto
Tinggi ini ditetapkan sebagai penjaga gawangnya Mr. St. Moh. Rasjid yang karena
pengalamannya dapat digolongkan sebagai politikus/ strateeg dengan didampingi
para pembantu-pembantunya yang cekatan seperti Catib sulaiman, Ketua Markas
Pertahanan Rakyat Daerah (MPRD), dll.
Pada tanggal
31 Desember 1948 Kolonel Hidayat beserta Letnan Kolonel A. Tahirdatang
berkunjung ke Koto Tinggi untuk berunding dengan Mr. St. Moh. Rasjid dan
lain-lain. Dari hasil perundingan tersebut, agar Kolonel Hidayat mengeluarkan
ketetapan No. WKS/SI/Ist?038 tanggal 2 Januari 1949 yang berisikan smbil
menunggu ketetapan PDRI, telah ditetapkan untuk membentuk Pemerintahan Daerah
militer di Sumatera, dengan susunan sebagai berikut :
1. Gubernur Militer untuk daerah Aceh, Langkat dan Tanah Karo,
dijabat oleh Teungku Daud Beureueh.
2. Gubernur Militer untuk daerah Sumatera Timur dan Tapanuli,
dijabat oleh Dr. Ferdinand Lumban Tobing.
3. Gubernur militer untuk daerah Sumatera Barat, di jabat oleh Mr.
St. Moh. Rasjid.
4. Gubernur militer untu daerah Riau, dijabat oleh R.M.Oetojo.
5. Gubernur militer untu daerah Sumatera Selatan dan Jambi, dijabat
oleh Dr. Anan Kapau Gani.
Adapun para
Gubernur di 3 Propinsi di Sumatera sebelumnya diangkat menjadi Komisaris
Pemerintah sebagai berikut :
1. Komisaris Pemerintah untuk daerah Sumatera Utara dijabat oleh
Mr. S. M. Amin.
2. Komisaris Pemerintah untuk daerah Sumatera Tengah djabat oleh
Mr. M. Nasrun.
3. Komisaris Pemerintah untuk daerah SumateraSelatan dijabat oleh
Dr. M. Isa.
Wakil-wakil
gubernur militer waktu itu diangkat Panglima-panglima Tentara daerah
masing-masing, seperti : di Tapanuli Letkol Kawilarang, di Sumatera Barat
Letkol Dahlan Ibrahim, di Riau Letkol Hasan Basri dan Mayor Akil, dan si
Sumatera Selatan Kolonel M. Simbolon.
Mengingat letak Koto
Tinggi yang cukup strategis, maka daerah ini diajdikan sebagai pusat
pemerintahan atau kedudukan Gubernur Militer di Sumatera Barat hingga
berakhirnya Perang Kemerdekaan ke II (31 Desember 1949). Dengan demikian di
Luhak 50 Kota disamping terdapat kedudukan ibu kota kabupaten juga pernah
dijadikan ibu kota propinsis Sumatera Barat serta ibu kota Negara pada masa
PDRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar