Hai Dear, wellcome to my Blog

Senin, 15 September 2014

Tradisi Malamang di Minangkabau




Malamang artinya memasak lemang. Lemang adalah penganan yang berasal dari bahan ketan, kemudian dimasukkan kedalam bambu yang sudah berlapis daun pisang muda.
Tradisi ini dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Minangkabau baik di daerah darek (darat), seperti Solok, Bukitinggi, Payakumbuh, maupun di daerah pesisir pantai ; Padang, Pariaman dan Painan. Entah siapa yang mengawali, ternyata lemang ini bisa juga kita temui di negara Semenanjung jenis penganan ini.
Di Ranah Minang  tradisi Malamang ini, biasanya dilakukan secara bergotong royong, tidak dilakukan oleh pribadi untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bagian dari kebiasaan yang dilakukan secara bersama oleh sekelompok masyarakat atau kerabat. Praktek pelaksanaan tradisi malamang ini, dilaksanakan untuk kepentingan tertentu, yaitu :
* Beberapa hari menjelang datangnya bulan Ramadhan.
* Pada hari kedua belas Rabi’ul Awam sebagai menu pada Acara Maulud Nabi,
* Pada saat acara perhelatan /acara selamatan.
Lemang – lemang yang dibuat untuk kepentingan acara diatas, dihidangkan kepada tamu (atau siapa saja) yang datang pada kegiatan itu. Lamang ini hanya sekedar kudapan atau penganan belaka.
Ada yang menghidangkannya pada saat menerima tamu yang berkunjung untuk silaturahmi untuk menyambut datangnya Ramadhan sebagai event yang penting dalam acara saling bermaaf - maafan, termasuk pada saat Hari Raya. Bisa juga dihidangkan ketika sebuah keluarga mengundang warga untuk membaca doa selamat / perhelatan. Tingkat penghidangan lemang sebagi menu kudapan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu – seperti halnya rendang sebagai menu utama dalam ragam menu hidangan.
Wilayah Pariaman dan sekitarnya melaksanakan tradisi ” malamang” pada saat acara Maulud Nabi. Biasanya dilakukan pada hari kedua belas Rabiul Awal. Sementara itu, di sebagian masyarakat Minangkabau seperti di Solok, tradisi malamang juga dilaksanakan pada saat memperingati hari kematian. Utamanya pada peringatan empat belas hari kematian, empat puluh hari kematian atau seratus hari kematian. Tujuannya tidak jauh berbeda dengan yang lain, yaitu untuk menjamu tamu.
Cara memasaknya :
Ketan yang sudah direndam dengan santan, dimasukkan kedalam bambu yang tahan pembakaran api. Bersihkan daun pisang yang sudah dilayukan. Fungsi daun pisang sebagai lapisan dalam bambu seruas yang telah dipersiapkan, selanjutnya dimasukan beras ketan yang sudah diaduk dengan santan kental serta garam.
Bambu dibakar dalam waktu tertentu, hingga ketan yang ada didalam bambu itu akan masak itu. Yang sulit itu, mematok takaran santan dengan garam serta beras ketan pada satu ruas bambu itu. Begitu pula dengan pengapiannya. Takaran ketan yang dimasukkan kedalam bambu memerlukan keahlian dan keterampilan, agar ketan itu tidak menjadi terlalu lembek atau malahan kekurangan santan. Secara awam, dapat kita perkirakan dengan mengumpamakan memasak ketupat ketan, yang takarannya adalah 1/2 dari ruang atau ruas ketupat.
Meskipun lemang dihidangkan sebagai menu kudapan bukan sebagai menu utama, namun lemang ini akan terasa nikmat bila ditemani tapai ketan hitam. Bahkan ada yang memakannya bersama rendang. 

Tradisi Pacu Jawi di Minangkabau, Sumatera Barat



"Pacu jawi ini merupakan tradisi masyarakat Kabupaten Tanah Datar yang sudah turun temurun, serta sebagai bentuk rasa syukur para petani atas hasil panenan padi mereka," ujarnya menerangkan makna dari kegiatan pacu jawi.   
Lanjut Darsono, setiap tahunnya alek nagari (pesta rakyat) pacu jawi tersebut diselenggarakan selama empat minggu berturut-turut serta dilangsungkan di empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar, yaitu di kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Limau Kaum dan Kecamatan Sungai Tarab secara bergiliran. Dan di penghujung tahun 2012 ini Kecamatan Sungai Tarab mendapat giliran untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Di Kecamatan Sungai Tarab dipaparkan oleh Darsono, kegiatan pacu jawi diadakan pada tanggal 10, 17, 24 November dan 1 Desember. "Jadi hari ini merupakan hari terakhir atau hari penutupan pacu jawi," imbuh Darsono.
Dalam tradisi pacu jawi sendiri kata Darsono, selain untuk mengisi waktu luang antara musim panen dengan musim tanam, pacu jawi juga digunakan ajang hiburan bagi masyarakat sekitar dan sebagai ajang silahturahmi di antara para petani karena peserta pacu jawi jumlahnya mencapai ratusan.  "Untuk kegiatan pacu jawi kali ini saja ada lebih dari 400 jawi yang ikut ambil bagian," jelas Darsono.


(Peserta pacu jawi (joki) tengah memacu sapinya di arena lintasan.  Sapi yang mampu berlari dengan lurus dan sampai dengan cepat di garis finish adalah pemenangnya.)

(Tak hanya orang dewasa saja yang menyaksikan pacu jawi , anak-anak  pun tak mau ketinggalan menyaksikan tradisi yang telah berusia ratusan tahun tersbut.)
Jika dikatakan sebagai hiburan bagi masyarakat sekitar itu jelas. Hal ini bisa terlihat dari semaraknya kegiatan pacu jawi, di mana anak-anak hingga orang tua rela berbondong-bondong datang ke lokasi pertandingan agar bisa menyaksikan secara langsung dari dekat tradisi yang sudah turun-temurun beberapa generasi itu. Bahkan yang menarik lagi dari tradisi pacu jawi adalah sapi-sapi yang akan ikut bertanding ternyata juga memiliki kepopuleran. Tak sedikit pengunjung yang menyempatkan diri untuk berfoto bareng dengan para sapi-sapi peserta sebelum pertandingan dimulai. Apalagi sapi-sapi para peserta biasanya dihias dengan pernak-pernik hiasan yang mengandung unsur warna-warna cerah agar bisa tampil cantik dan menarik perhatian banyak pengunjung sebelum turun ke lintasan.

(Sebelum turun ke lintasan, sejumlah sapi tampak dipercantik dengan berbagai hiasan dan ornamen. Sapi-sapi yang dihias itupun kerap menjadi obyek untuk berfoto bersama.)
Tak hanya sampai di situ, kemeriahan tradisi pacu jawi tidak hanya terjadi di areal lintasan saat kegiatan berlangsung, tetapi kemeriahan juga tetap terjadi di pinggir lintasan. Masyarakat sekitar yang tidak turun ke lintasan juga turut meramaikan dengan tarian dan nyanyian tradisional khas masyarakat Tanah Datar. Kemeriahan musik dan tarian tradisional seolah menjadi irama pengiring dan penyemangat bagi para joki yang tengah memacu sapi-sapinya.
(Kemeriahan tak hanya terjadi di arena lintasan pacu jawi, tetapi di pinggir lintasan kemeriahan  masyarakat sekitar  yang meramaikan dengan nyanyian dan tarian tradisional seolah turut menjadi penyemangat bagi para joki yang berlaga.)
Yang Paling Lurus dan Tercepat adalah Pemenangnya 

(Sapi yang mampu berlari dengan lurus dan sampai dengan cepat di garis finish adalah pemenangnya.)
Saya dan rombongan yang baru pertama kali menyaksikan secara langsung tradisi pacu jawi pun penasaran akan aturan main pacu jawi. “Bagaimana cara menilai dan menentukan pemenangnya, apalagi dalam pacu jawi masing-masing peserta berlaga sendiri di lintasan tanpa lawan,” batin saya dalam hati.
Seolah bisa menebak apa yang ada dalam benak saya serta tidak mau membuat saya dan rombongan penasaran, Darsono pun menjelaskan aturan permainan pacu jawi. Katanya penilaian siapa yang menang dan kalah bukan pada seberapa cepat sapi bisa mencapai garis finish, tetapi penilaian utama dari pacu jawi adalah seberapa lurus sapi mampu berlari di lintasan hingga menyentuh garis finish. "Kalau dalam pacu jawi ini yang dinilai adalah lurus tidaknya sapi berlari dalam lintasan," urainya.
Untuk itu, agar sapi para peserta bisa menjadi jawara, maka seorang joki sapi haruslah memiliki keterampilan dan tekhnik serta jam terbang dalam mengendalikan sapi. Terlebih dalam tradisi pacu jawi seorang joki harus mengendalikan dua sapi sekaligus, sehingga keahlian menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Pada saat pertandingan tengah berlangsung, seorang peserta haruslah mengendalikan sepasang sapi yang diapit oleh peralatan pembajak sambil memegang tali dan menggigit ekor sapi. Bahkan dari berbagai informasi yang saya dapat, ke dua ekor sapi haruslah digigit ketika tengah mengendalikan sapi, karena semakit kuat gigitan sang joki ke ekor sapi maka sapi akan semakin cepat berlari.

(Para joki tengah menyaksikan lawan-lawannya berlaga di arena lintasan.)


(Berbagai ekspresi wajah joki tampak  berbeda usai turun dari lintasan  pacu jawi.)

Selain itu juga katanya, jika bisa memenangkan pertandingan ini hadiah bukanlah tujuan utama karena hadiah yang diberikan oleh panitia tidaklah seberapa, namun jika menjadi pemenang secara otomatis harga sapi yang menjadi jawara memiliki nilai jual yang berlipat dibanding harga sapi biasa. "Sapi yang menjadi pemenang harganya bisa di atas Rp 25 juta," katanya.
Untuk itu sambung Darsono, agar sapi-sapi yang diperlombakan bisa menang tentunya harus dalam kondisi yang prima. Untuk menciptakan kondisi yang fit dan prima tentunya ada perlakuan khusus terhadap para sapi. “Biasanya sebelum bertanding para pemilik sapi memberikan makanan ataupun minuman yang berkhasiat agar sapi bisa tampil maksimal,” urainya.(*)





Sabtu, 06 September 2014

Lembah Harau



Lembah Harau, tempat nan alami yang masih berdiri kokoh di daerah Harau, Kabupaten 50 Kota. Disini terdapat air terjun yang dinamakan Sarasah satu sampai tiga. Juga terdapat Home Stay bagi anda yang berminat untuk menikmati hari lebih lama disini. Selain itu lokasi ini juga dilengkapi dengan Medan Nan Bapaneh (tempat kemping terbuka) untuk melaksanakan perkemahan bersama.
Mari nikmati sensasi karupuak kuah disini, dan sejuknya udara yang menghiasi.

Batang Tabik Swimming



Pemandian Batang Tabit, merupakan objek wisata yang ramai di kunjungi oleh masyarakat Sumatera Barat. Alasannya, selain berlokasi di jalan lintas Sumatera, pemandian ini airnya juga berasal dari pegunungan asli, yakni Gunung Sago. Tarif yang dikenakan untuk pengunjung juga murah, sesuai untuk kantong masyarakat biasa. Biasanya rame dikunjungi pada saat Balimau atau hari libur lainnya.
Disini terdapat tiga jenis Kolam, pertama Kolam anak-anak, kolam remaja dan terakhir kolam dewasa. Dijamin gak bakal cukup sekali berkunjung kesini

Wisata Alam Nan Indah




Ngalau Indah, inilah lokasi wisata yang sering dikumjungi di daerahku, Kota Payakumbuh. Anak-anak muda biasanya sering mengunjungi lokasi wisata ini, selain itu dilokasi ini juga sering diadakan atraksi gokart dan pensi, juga penampilan band-band pada hari minggu.

Disekeliling lokasi ini juga terdapat kolam pemandian, water boom, batu pijat rematik dan arena bermain anak lainnya. Mari berkunjung ke daerahku.

Minggu, 22 Juni 2014

PRABOWO PILIH JOKOWI, JOKOWI PILIH PRABOWO

Saya teringat ucapan Bapak Prabowo Subianto tadi malam saat debat capres 3 berlangsung, kata beliau " Wi, kita kan damai saja, malah penonton yang histeris". Jika kita melihat dari kaca "positive thinking", betapa bagusnya jiwa kedua calon presiden masa depan kita. Antara mereka terjadi persaingan yang damai, tanpa adanya terlihat rasa saling ingin menjatuhkan. Bahkan, kalau boleh dikatakan sikap mereka cenderung Legowo dibandingkan para tim sukses atau simpatisannya.

Selain itu, dari pihak Bapak Jokowi sendiri selalu mengajak para simpatisan dan kadernya agar menghindari kampanye yang akan menimbulkan keresahan dan permusuhan di kalangan mereka. Sosok calon pemimpin  yang benar-benar berjiwa besar akan tampak dari ucapan-ucapan yang mereka lontarkan.

Pesan tersirat yang dapat saya tangkap dari sikap kedua calon presiden tersebut bahwa mereka mengajak masyarakat, baik para simpatisan maupun tim sukses kedua pasangan tersebut untuk berkampanye secara damai tanpa adanya "Kampanye Hitam". dan semoga semua berjalan sesuai dengan harapan itu dan juga harapan kita bersama.

Pemilu Presidenku, Cinta Damai



Indonesia merupakan negara yang saat ini tengah menghadapi polemik demokrasi internal, dalam rangka menghadapi pemilu presiden 9 Juli 2014 mendatang. Para simpatisan, tim sukses dari kedua kubu capres dan cawapres saling mengunggulkan calon masing-masing, dan segala daya upaya pun dilakukan agar tokoh yang didukung menjadi pemenang dalam pilpres nanti.

Namun, sayang jika kita lihat pemberitaan yang beredar di berbagai media masa saat ini. Ada yang disebut dengan nama “kampanye Hitam”, dengan mencari kejelekan-kejelakan lawan politik bukanlah cara yang profesional dalam proses menuju kepala daerah yang terpilih. Belum sempat menjadi figur seorang presiden sudah dimunculkan perdebatan yang berpotensi menjadi permusuhan di kalangan rakyat. Sisi positifnya, semangat perubahan yang ada dalam diri masyarakat pantas mendapatkan asosiasi, sebab rata-rata menginginkan perubahan.

Harapan kita bersama, siapapun nanti yang terpilih menjadi presiden Negara ini akan mengalami perubahan positif ke depannya. Amin.

Rabu, 18 Juni 2014

MOA

Cinta tidak selalu bersama jodoh, tapi jodoh selalu bersama cinta.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga mudah.

Untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itu masih mungkin.

Tapi mencintai dan dicintai karena Allah itu tak mudah,namun bukan berarti tak mungkin.

Cinta yang tulus karena Allah tak akan dapat dihancurkan oleh masalah, dilemahkan oleh waktu dan dipisahkan oleh jarak...

Selama kita taat kepada Allah, Insya Allah Dia pertemukan pemilik hati yang taat kepada-Nya pula..Aamiin..



Pintaku tak banyak sayang, hanya ingin kamu mendampingiku dunia akhirat saja, tak lebih dari itu.
Yang tersayang Moeftiy Oeliel Amrie...

Kamis, 29 Mei 2014

Teruntukmu yang tertulis di lauhul Mahfuz


hanya satu nama saat ini bertahta
kan ku pinta pada-Nya
untuk ku jadikan penyempurna
menuju indahnya jalinan cinta

Tak ku ingin yang kaya,
hanya yang memahami dan memakaikan agama
Tak ku pinta yang tampan,
hanya ku butuhkan seorang imam

dengarlah wahai sayang
hati ini telah lama
terluka dan selalu diluka

ku harap padamu,
jalinlah ke-istiqomahan inimenuju jannah-Nya
tak sekedar kesenangan dunia

Pintaku,
jagalah aku
jaga imanmu
dan istiqomahlah menuju kehalalan-Nya.

(Moeftiy Oeliel Amrie)

Sabtu, 26 April 2014

Kartini oh Kartini

Banyak yang bertanya dan menggugat, mengapa oh mengapa kartini yang dipilih ?
Wajar saja jika tanya itu terlompat dari mulut setiap orang yang berpijak kepada spekulasi seorang tokoh dalam memandang sisi perjuangan Kartini.

Jika kita tela'ah, Kartini pantas kok disiebut sebagai pahlwan bagaimana tidak, pengorbanan yang dilakukan kartini tidak asal-asalan. Kartini Memiliki Gagasan / Pemikiran Besar tentang Emansipasi Wanita…
Kartini telah menghasilkan karya inspiratif yang membuka mata dunia akan semangat dan kegigihan wanita Indonesia..
Perjuangan Kartini dilakukan sepanjang hidup
Kartini memiliki kecintaan yang besar akan Indonesia dan memiliki akhlak yang baik .
Kejamnya Imprelisme (penjajahan), minimnya akses pendidikan, dogma adat istiadat dan agama yang mengukung tak membuatnya menyerah untuk memikirkan nasib kaumnya..


Jika bukan Kartini, siapa yang akan kita jadikan pahlawan ? Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Rohana Kudus, atau yang lainnya ?
Andai saja semua pahlawan meminta satu hari saja untuk dijadikan peringatan kepahlawanan mereka, apakah mungkin jumlah hari yang hanya 365 dalam setahun cukup untuk memperingatinya ?
Atau, jika para pahlawan minta satu lagu untuk menghargai kepahlawanan mereka, kira-kira adik-adik kita di SMP sanggup menghafal ribuan lagu pahlawan ? Bisa-bisa mereka gak bisa ngikutin UN nantinya.

Dari itu, mari kita jadikan peringatan Hari Kartini sebagai momentum perjuangan pahlawan perempuan. Emansipasi itu esensinya bukan siapa nama tokohnya, hari apa dirayakan atau busana apa yang dikenakan. Namun, bagaimana kontribusi kita terhadap kemajuan bangsa ini.

Salam.

Selasa, 15 April 2014

My Graduation






To My Parent's





Ketiadaan dan kekurangan
Bukanlah menjadi penghalang
Buatnya untuk tetap berjuang
Membantuku dalam menimba ilmu..
Ayah, Ibu..
Engkau pejuang sejati
Walau terik matahari membakar kulitmu
Walau hujan mengguyur tubuhmu
Engkau tak kenal lelah dan terus berjuang untukku
Agar tetap melanjutkan pendidikan hingga keperguruan tinggi..
Ayah, Ibu..
Jasamu tak kan pernah ku lupakan
Tak sedikit air mata dan keringat yang bercucuran demi ku
Telah ku raih dan wujudkan untuk kalian
Sarjana Humaniora ini ku persembahkan
Ayah, Ibu..
Ku bangga memiliki orang tua seperti kalian
Walau di usiamu yang senja tetap
Senyum dan peduli
Terhadap nasib dan pendidikanku
Terima kasih Ayah,
Terima kasih Ibu
Engkau adalah pahlawan hidup dan pendidikan buatku.

Dinamika Partai Politik Islam di Indonesia, analisis tentang keberadaan NU dalam Partai Masyumi



A.    Latar Belakang Masalah
Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia membuka ruang kepada masyarakat dari semua golongan untuk ikut ­berpartisipasi dalam kancah perpolitikan nasional. Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat yang dikenal sebagai Maklumat No. X, ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, berisi anjuran pembentukan partai politik. Ini merupakan penegasan  bahwa pemerintah berharap, dengan dibentuknya partai politik, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946.
Text Box: 1Sebagai bentuk respon umat Islam atas terbukanya ruang politik di Indonesia tersebut, diadakan suatu agenda besar yang dikenal sebagai Muktamar Umat Islam. Muktamar tersebut diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 7-8 November 1945, memutuskan untuk membentuk sebuah partai politik Islam yaitu Masyumi. Sebelum menjadi partai, Masyumi kala itu merupakan organisasi gabungan dari beberapa ormas besar Islam di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU)[1], Muhammadiyah, Perikatan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam. Kemudian Partai Masyumi dinobatkan sebagai satu-satunya partai yang mewakili aspirasi umat Islam dalam menjalankan pemerintahan.
Lahirnya Partai Masyumi tentu tidak dapat dipisahkan dari peranan NU sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia. Dapat dikatakan NU merupakan salah satu pelopor berdiri Partai Masyumi. Sumbangan NU terhadap Partai Masyumi dapat kita lihat dalam keikutsertaannya mengajak umat untuk selalu mendukung Partai Masyumi, terutama para Nahdiyin.[2]
Hal itu dibuktikan dengan keputusan yang dihasilkan dalam kongres NU di Purwokerto tahun 1946 yang menyerukan warga NU ikut berpartisipasi aktif dalam Partai Masyumi dan NU akan menjadi tulang punggung Partai Masyumi. Sebagaimana yang dikutip Ali dari bukunya Soekaradja (Tjabang NO Banjumas), bunyi hasil keputusan kongres tersebut, yaitu: “Mukhtamar NU 1946 di Purwokerto memutuskan ‘soepaja anggota-anggota Nahdlatoel Oelama membanjiri Party Politik Masjoemi menoeroet petoenjoek Pengoeroes Besar NO’. Poetoesan-poetoesan Moe’tamar NO ke 16, 23-26 Rabiul Akhir 1365 (26/27-29 Maret 1946) di Poerwokerto”.[3]
Begitulah salah satu cara NU menunjukkan dukungannya pada  Partai Masyumi. NU memutuskan untuk terjun seutuhnya demi kemajuan dan perkembangan Partai Masyumi serta kemaslahatan umat ke depan. Berkat dukungan yang besar terhadap Partai Masyumi, NU mendapatkan posisi yang strategis dalam struktur partai, yakni dipercaya memegang posisi Majelis Syuro dengan ketua KH. Hasyim Asy‘ari. Majelis Syuro berperan sebagai penentu arah politik partai, terlebih dalam hubungannya dengan masalah keagamaan, yang kemudian dituangkan dalam Anggaran Rumah Tangga partai.[4]
Dalam perjalanan awal tahun 1945-1947, Partai Masyumi mendapat dukungan besar dari rakyat atas seruan para ulama NU serta penggagas Partai Masyumi lainnya. Seiring berjalannya waktu, perbedaan pandangan politik antar kelompok dalam Partai Masyumi segera menyusul. Persatuan yang sejak awal kemerdekaan sebagai obsesi dengan menjadikan Partai Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam tidak dapat dipertahankan lagi. Segera saja pengaruh politik praktis berupa distribusi kekuasaan menjadi ajang perebutan dan hal-hal lain yang menyangkut ketidak sepahaman kebijaksanaan politik, terutama sekali terlihat ketika menghadapi Belanda dalam Perjanjian Linggarjati dan Renville. Hal itulah yang menyebabkan awal kisruh yang terjadi dalam internal Partai Masyumi.
Tidak hanya itu, dalam perjalanan partai, banyak muncul pemasalahan internal. Seperti yang tertera dalam buku Sejarah Umat Islam Indonesia yang diterbitkan MUI, berbunyi:
       Masa demokrasi parlementer selain diwarnai oleh konflik politik, antar partai Islam sendiri muncul perpecahan. Terbentuknya Masyumi sebagai partai politik pada bulan November 1945 dimaksudkan untuk menggalang persatuan Islam dan menyalurkan aspirasi Islam dan kaitannya dengan negara dan pemerintahan. Akan tetapi, ketika menghadapi masalah-masalah politik praktis dalam pemerintahan, ternyata tidak seluruhnya memegang kesepakatan mukhtamar.[5]

Ada asumsi bahwa “perkembangan politik tidak selamanya sesuai dengan perhitungan di atas kertas”.  Setidaknya para politisi NU mengakui akan kebenaran pernyataan ini. Betapapun penting posisi NU dalam Majelis Syuro[6], ternyata pada perkembangan berikut Majelis Syuro hanya berubah fungsi sebagai pemberi nasehat yang tidak terlalu diperlukan lagi.
Tidak lama sesudah itu, NU memutuskan keluar dari Partai Masyumi. Keputusan itu diambil melalui keputusan kongres ke-19 NU, April 1952 di Palembang. NU sebagai salah satu penggagas Partai Masyumi, tiba-tiba memutuskan keluar. NU yang seharusnya membantu menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam tubuh partai justru memilih seolah tidak mengacuhkan polemik yang tengah terjadi. Tidak diketahui secara pasti, mengapa NU mengambil keputusan tersebut. Menurut pendapat penulis, NU merasa dianak tirikan karena tidak mendapatkan posisi yang sesuai dalam kabinet pemerintahan. Namun, pendapat lain mengatakan bahwa NU merasa Partai Masyumi tidak lagi se-ide dengannya dalam mewujudkan negara yang berlandaskan Islam. Perbedaan pendapat yang beredar itu, membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut, mengapa NU sebagai salah satu tonggak awal penggagas berdiri Partai Masyumi kemudian memutuskan untuk memisahkan diri dari keanggotaan partai.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berniat mengkaji lebih lanjut mengenai penyebab keluarnya NU dari Partai Masyumi, dan akan dituangkan dalam judul skripsi Dinamika Partai Politik Islam di Indonesia, Analisis tentang Eksistensi Nahdlatul Ulama (NU) dalam Partai Politik Masyumi.


B.    Kesimpulan
Melihat eksistensi NU di dalam Partai Masyumi, terlihat jelas bahwa NU mempunyai peranan besar dalam memberikan sumbangan bagi keberlangsungan partai. Terlihat bahwa sejak awal berdiri Partai Masyumi, NU selalu memperlihatkan keikutsertaannya, mulai dari berdiri partai, NU termasuk salah satu penggagas, dan NU juga dipercaya menduduki posisi Majelis Syuro.
Namun seiring perkembangan partai, NU mulai merasakan perlakuan yang tidak lagi memperhatikan keberadaannya dalam partai. Waktu dilaksanakan perundingan Linggarjati dan Renvile, NU menunjukkan sikap tidak sepakat, dikarenakan dengan kedua perjanjian itu memberikan dampak yang merugikan bangsa Indonesia. Wilayah kekuasaan Indonesia menjadi semakin berkurang dan sempit dan itu akan memberikan kerugian kepada Negara Indonesia, kenyataannya tokoh Masyumi yang terlibat tetap melaksanakannya.
NU menginginkan Partai Masyumi benar-benar menjalankan politik yang jujur dan selalu diawasi oleh agama dalam mengambil tiap kebijakan. Namun, realitanya Partai Masyumi banyak mengambil kebijakan yang justru merugikan rakyat dan ummat Islam sendiri. Hal itu dapat kita lihat pada saat terjadi peristiwa bataliyon 426 antara TNI dan mantan tentara Hizbullah. Peristiwa itu menggiring tertangkapnya pemuda-pemuda Islam akibat korban fitnahan kepada pemuda Islam, hingga mereka ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.
Dalam kepengurusan partai, NU tidak berambisi untuk menduduki jabatan dalam partai. Posisi sebagai ketua Majelis Syuro diterima NU dengan alasan bahwa NU memiliki tanggungjawab secara agama atas setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh partai. Posisi Majelis Syuro sebagai dewan tertinggi partai, bagi NU dapat djiadikan pedoman untuk selalu mengawasi setiap kebijakan partai yang menyimpang dari ketentuan agama. Namun, setiap pengorbanan yang dilakukan oleh NU tidak dihargai oleh pengurus partai yang lain. Justru, wewenang Majelis Syuro sebagai pengawas kebijakan partai berganti menjadi penasehat atas setiap kebijakan partai. Berubahnya wewenang Majelis Syuro, menunjukkan bahwa peranan NU dalam partai menjadi berkurang.
Kekecewaan NU tidak berakhir hanya sampai disitu, pada saat pemilihan menteri agama pada masa Kabinet Wilopo tahun 1952 melalui pemungutan suara, Partai Masyumi menolak calon yang diajukan oleh NU sebagai menteri agama. Justru, jabatan itu diberikan kepada Ki Haji Fakih Usman dari Muhammadyah.
Peristiwa tersebut merupakan puncak dari kekecewaan NU kepada Partai Masyumi, sebab telah berbagai upaya NU lakukan untuk memperbaiki hubungan dengan partai tetap tidak diacuhkan oleh pengurus partai, hingga tahun 1952 melalui muktamar yang ke-19 di Palembang NU memutuskan memisahkan diri dari keanggotaan Partai Masyumi. Keputusan itu diambil karena NU merasa sudah tidak sejalan lagi dengan Partai Masyumi dalam melanjutkan misi Islam  dibidang politik. Dan solusi terbaik adalah dengan memisahkan diri dari keanggotaan partai.
Selain itu, jika dilihat dari internal NU sendiri, terdapat beberapa alasan juga yang menjadi pendorong NU harus memisahkan diri, seperti massa dalam kuantitas besar merupakan modal awal bagi NU untuk memperoleh suara dalam pemilu pertama tahun 1955. Kemudian NU juga memperoleh keuntungan dengan kulturnya yang fleksibel, hingga sampai saat ini NU masih bisa mempertahankan keberadaannya dalam kelembagaan yang ada di Indonesia. Jika kita  bandingakn dengan Partai Masyumi yang dari dahulu terlalu keras menentang hal-hal yang dikeluarkan oleh penguasa kala itu, mengakibatkan Masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960.
 



[1] Untuk selanjutnya akan disingkat dengan NU
[2] Choirul, Anam, Pertumbuhan & Perkembangan NU, (Surabaya : Duta Aksara Mulia, 1985), h.252-255
[3] Ali, Haidar, Nahdlatul Ulama Dan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998), h.103
[4] Einar, Martahan Sitompul, NU & Pancasila, (Yogyakarta: LKiS, 2010), h.93
[5] Taufik Abdullah, dkk, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991), h.389
[6] Dewan tertinggi dalam Partai Masyumi