Hai Dear, wellcome to my Blog

Senin, 15 April 2013

Masjid Gadang Koto Nan Ampek






1.                   Sejarah Masjid
Masjid ini diperkirakan dibangun masa penjajahan belanda pada tahun 1840 dan dinamakan berdasarkan nama tempat didirikannya, yakni Nagari Koto Nan Ampek. Pembangunannya dipimpin oleh tiga orang penghulu yang berasal dari suku yang berbeda di Minangkabau, yakni:
a.                   Datuk Kuniang dari suku Kampai,
b.                  Datuk Pangkai Sinaro dari suku Piliang, dan
c.                   Datuk Siri Dirajo dari suku Malayu.
Masjid ini merupakan wakaf dari empat kaum, yaitu :
1)      kaum Datuak Rajo Mantiko Alam dan kaum Datuak Bangso Dirajo Nan Hitam dari Suku Simabur.
2)      Kaum datuak Paduko Majo Lelo dan Datuak Rajo Sinaro Kayo dari Suko Bodi.
Meskipun termasuk salah satu masjid tertua, sebagian besar tiang, lantai, dan dinding yang semuanya terbuat dari kayu belum pernah diganti sejak pertama kali masjid ini dibangun. Masjid ini juga belum banyak mengalami renovasi sehingga keasliannya masih tetap terjaga. Hanya saja, karena sudah lapuk, atap yang pada mulanya terbuat dari ijuk kemudian diganti dengan seng.

2.                   Deskripsi Masjid
a.      Letak
Masjid ini berdiri di atas tanah berukuran 50 × 31 meter atau seluas 1.550 meter persegi. Masjid ini terletak di Kelurahan Balai Nan Duo, Kecamatan Payakumbuh Utara. Sebuah kota yang merupakan jantung pusat pendidikan di Kota Payakumbuh karena terdiri dari beberapa sekolah baik umum dan swasta, yakni SDN 01 Balai Nan Duo, MTsN Negeri Kota Padang, Madrasah Aliyah Negeri 2 Payakumbuh, SMAN 4 Kota Payakumbuh, Pondok Pesantren Mahat Islamy serta SMK NAsional Payakumbuh. Masjid ini dapat dijangkau menggunakan kendaraan angkutan kota dengan berhenti di Simpang SMK NAsional atau Simpang Pasa Kabau. Terus masuk ke dalam nanti akan dijumpai plank bertuliskan “Masjid Gadang Koto Nan Ampek’.
b.      Bentuk Mesjid
Secara keseluruhan, arsitektur yang dimiliki masjid ini dipengaruhi oleh corak Minangkabau dengan konstruksi bangunan umumnya terbuat dari kayu. Atap masjid ini dibuat berundak-undak sebanyak tiga tingkat dengan permukaan yang tidak datar melainkan melentik, cocok untuk daerah beriklim tropis karena dapat lebih cepat mengalirkan air hujan ke bawah. Memberikan kesan yang kuat, betapa agama Islam sudah begitu menyatu dengan kehidupan alam Minangkabau. Di satu sisi menegaskan bahwa masyarakat Minang disamping sebagai masyarakat yang teguh memegang syariat Islam (religious), juga teguh memegang adat istiadatnya. Antara tingkatan atap yang satu dengan yang lain terdapat celah untuk pencahayaan dengan tingkatan teratas merupakan atap berbentuk limas. Bagian mihrab, yang terletak di sebelah barat dan sedikit menjorok keluar, memiliki atap yang menyatu dengan undakan atap pertama.
c.       Ukurannya
Bangunan utama masjid ini berbentuk persegi yang pada mulanya berukuran 17 × 17 meter, kemudian karena jumlah jamaah kian banyak diperluas menjadi 20 × 20 meter. Di dalam bangunan utama terdapat sejumlah tiang yang dipancang miring, kecuali tiang utama di tengah. Dengan kontruksi berupa panggung seperti halnya Rumah Gadang, lantai masjid ini memiliki ketinggian sekitar 1,2 meter dari permukaan tanah.
Jumlah tiang sebanyak 48 buah dan terbuat dari bahan kayu Juar, Lantai terbuat dari papan. Masjid ini berbentuk panggung dan mempunyai satu pintu keluar masuk jamaah. Masjid ini sekarang dilengkapi dengan fasilitas seperti;
a)      TPA/TPSA
b)     Madrasah
c)      Ruang Musafir
d)     Ruang Kantor
e)      Perpustakaan
f)       Gerbang Jalan masuk ke masjid.
d. Arsitekturnya
Diperkirakan motif ukirannya merupakan ukiran daun-daunan serta bunga-bunga yang memiliki arti dan makna filosofi dalam adat Minangkabau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar