1.
Sejarah Masjid
Masjid
ini diperkirakan dibangun masa penjajahan belanda pada tahun 1840 dan dinamakan
berdasarkan nama tempat didirikannya, yakni Nagari Koto Nan Ampek.
Pembangunannya dipimpin oleh tiga orang penghulu yang
berasal dari suku yang berbeda di Minangkabau,
yakni:
Masjid ini merupakan wakaf dari empat
kaum, yaitu :
1)
kaum Datuak Rajo Mantiko Alam dan kaum
Datuak Bangso Dirajo Nan Hitam dari Suku Simabur.
2)
Kaum datuak Paduko Majo Lelo dan
Datuak Rajo Sinaro Kayo dari Suko Bodi.
Meskipun termasuk salah satu masjid
tertua, sebagian besar tiang, lantai, dan dinding yang semuanya terbuat dari kayu belum pernah diganti sejak pertama
kali masjid ini dibangun. Masjid ini juga belum banyak mengalami renovasi
sehingga keasliannya masih tetap terjaga. Hanya saja, karena sudah lapuk, atap yang pada mulanya terbuat dari ijuk
kemudian diganti dengan seng.
2.
Deskripsi Masjid
a.
Letak
Masjid ini berdiri di atas tanah
berukuran 50 × 31 meter atau seluas 1.550 meter persegi. Masjid ini
terletak di Kelurahan Balai Nan Duo, Kecamatan Payakumbuh Utara. Sebuah kota yang
merupakan jantung pusat pendidikan di Kota Payakumbuh karena terdiri dari
beberapa sekolah baik umum dan swasta, yakni SDN 01 Balai Nan Duo, MTsN Negeri
Kota Padang, Madrasah Aliyah Negeri 2 Payakumbuh, SMAN 4 Kota Payakumbuh,
Pondok Pesantren Mahat Islamy serta SMK NAsional Payakumbuh. Masjid ini dapat
dijangkau menggunakan kendaraan angkutan kota dengan berhenti di Simpang SMK
NAsional atau Simpang Pasa Kabau. Terus masuk ke dalam nanti akan dijumpai
plank bertuliskan “Masjid Gadang Koto Nan Ampek’.
b.
Bentuk Mesjid
Secara
keseluruhan, arsitektur yang dimiliki masjid ini dipengaruhi oleh corak Minangkabau
dengan konstruksi bangunan umumnya terbuat dari kayu. Atap masjid ini dibuat
berundak-undak sebanyak tiga tingkat dengan permukaan yang tidak datar melainkan
melentik, cocok untuk daerah beriklim tropis karena dapat lebih cepat
mengalirkan air hujan ke
bawah. Memberikan kesan yang kuat, betapa agama Islam sudah begitu menyatu
dengan kehidupan alam Minangkabau. Di satu sisi menegaskan bahwa masyarakat
Minang disamping sebagai masyarakat yang teguh memegang syariat Islam
(religious), juga teguh memegang adat istiadatnya. Antara tingkatan atap yang
satu dengan yang lain terdapat celah untuk pencahayaan dengan tingkatan teratas
merupakan atap berbentuk limas.
Bagian mihrab, yang
terletak di sebelah barat dan
sedikit menjorok keluar, memiliki atap yang menyatu dengan undakan atap
pertama.
c.
Ukurannya
Bangunan
utama masjid ini berbentuk persegi yang
pada mulanya berukuran 17 × 17 meter, kemudian karena jumlah jamaah kian banyak
diperluas menjadi 20 × 20 meter. Di dalam bangunan utama terdapat sejumlah
tiang yang dipancang miring, kecuali tiang utama di tengah. Dengan kontruksi
berupa panggung seperti halnya Rumah Gadang,
lantai masjid ini memiliki ketinggian sekitar 1,2 meter dari permukaan tanah.
Jumlah
tiang sebanyak 48 buah dan terbuat dari bahan kayu Juar, Lantai terbuat dari
papan. Masjid ini berbentuk panggung dan mempunyai satu pintu keluar masuk
jamaah. Masjid ini sekarang dilengkapi dengan fasilitas seperti;
a)
TPA/TPSA
b)
Madrasah
c)
Ruang
Musafir
d)
Ruang
Kantor
e)
Perpustakaan
f)
Gerbang
Jalan masuk ke masjid.
d. Arsitekturnya
Diperkirakan
motif ukirannya merupakan ukiran daun-daunan serta bunga-bunga yang memiliki
arti dan makna filosofi dalam adat Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar