A.
Latar Belakang
Berdirinya
Qajars
adalah sebuah suku Turkmen yang lahir di tanah leluhur Azerbaijan, yang
kemudian merupakan bagian dari Iran. Kemudian mereka menjadi salah satu
diantara tujuh suku besar turkmen yang mendukung syafawi awal dan mengikuti
Qizil-bazz. Dengan terjadinya diintegrasi pada kekaisaran syafawiyah pada awal
abad ke-18, pemimpin-pemimpin Qajar yang berambisi mulai memainkan peranan yang
lebih luas dari hak otonominya (local) dalam urusan-urusan Persia. Mereka mampu
menghadapi permusuhan nadir syah, dan setelah meninggalnya Nadir syah
berekspansi ke Persia Utara sampai ke Azerbaija, dimana pada tahun 1170 H/ 1757
M Agha Muhammad syah di kemudian hari menjadi gubernur . Dalam upaya meraih
supremasi, Qajar mengalahkan
Zand Syiraz, kesultanan Persiapun ditegakkan kembali. Meski tidak lama
menguasai Georgia; dan syah Rukh dai Afsyariyah hengkang dari Khurasan.
(Bosworth, 1980 : 202-204)
Agha Muhammad yang kelebihannya tak diragukan lagi
sebagai seorang anak lelaki dia telah berhasil mengalahkan keponakan dari Nadir
seorang pemimpin dinasti zand yang bernama Muhammad kharim khan. Setelah kematian Mohammad Karim Khan, penguasa
Dinasti Zand, sebelah selatan Iran, Agha Mohammad Khan, seorang pemimpin dari
suku Qajar, ditetapkan untuk menyatukan kembali Iran. Agha Mohammad Khan
mengalahkan banyak saingan dan membawa semua Iran di bawah aturannya untuk
mendirikan dinasti Qajar.
Pada tahun 1794 dia telah menaklukkan semua saingan,
termasuk Lotf 'Ali Khan, yang terakhir dari Dinasti Zand. Agha Mohammad
mendirikan pemerintahan di Teheran, sebuah desa di dekat reruntuhan kota kuno
Ray. Tahun 1796 ia secara resmi diangkat sebagai penguasa. Dinasti Qajar
merupakan salah satu kerajaan yang pernah menguasai Persia selama kurang lebih
146 tahun (1779-1925). Pendiri Dinasti ini adalah Agha Muhammad Khan dan sejak
saatnya mulai dipakai gelar kerajaan Shah In-Shah Iran. Dalam masalah keagamaan
Dinasti Qajar tidak jauh berbeda dengan Dinasti Safawi, dengan demikian faham
Syi'ah masih sangat mendominasi sehingga tidaklah mengherankan jika dikatakan
Iran Negara Syi'ah terbesar dan terkuat di dunia serta merupakan sumber dogma
Syi'ah. Nashiruddin adalah pemimpin Dinasti Qajar keempat. Ia merupakan putera
dari pe`mimpin ketiga Dinasti , dan memerintah dari tahun 1848-1896 M.
Pemimpin yang pernah memerintah Dinasti
Qajar, yaitu :
·
Muhammad Hasan Khan (1163 H/ 1750 M)
·
Husain Quli Khan (1184 H/ 1770 M)
·
Agha Muhammad (1193 H/ 1779 M)
·
Fat’h Ali Syah (1212 H/ 1779M)
·
Muhammad (1250 H/1834 M)
·
Nashiruudi (1264 H/ 1848 M)
·
Muzhafarrudin (1313 H/ 1896 M)
·
Muhammad Ali (1324 H/ 1907 M)
·
Ahmad syah pahlevi (1327-1343 H/ 1907-1924 M)
B.
Peradabannya dinasti Qajar
Di bawah
Fath Ali Shah, dinasti Qajar melakukan perluasan dari utara ke Kaukasus
Mountains, sebuah kawasan bersejarah dan berpengaruh. Ketika Mohammad Shah
meninggal, anaknya Nashruddin menjadi penerusnya. Selama Nashruddin Shah pemerintahan Barat berupa ilmu
pengetahuan, teknologi, dan metode pendidikan yang diperkenalkan ke Iran dan
negara modernisasi telah dimulai. Nashruddin Shah mencoba memanfaatkan
rasa saling curiga antara Inggris dan Rusia ke Iran. Namun, dia tidak mampu
mencegah Inggris dan Rusia mempengaruhi wilayah tradisional Iran. Mirza Taghi
Khan Amir Kabir, adalah pengganti Nashruddin. Dengan kematian Mohammad Shah di
1848, Mirza Taghi bertanggung jawab untuk memastikan mahkota raja jatuh ke tangannya. Ketika Nashruddin berhasil
naik takhta, dan dijuluki Amir Kabir. Salah satu prestasi besar Amir Kabir
adalah bangunan Darull-Funoon, universitas modern pertama di Iran. Darul-Fonoon
didirikan untuk pelatihan kader baru administrator dan akuntan dengan teknik
Barat. Dia menyewa para pakar dari Barat untuk menjadi instruktur serta
mengajar mata pelajaran yang berbeda seperti Bahasa, Kedokteran, Hukum,
Georgrafi, Sejarah, Ekonomi, dan Teknik.
Pada bulan Oktober 1851 dia diasingkan ke Kashan, tempat
di mana dia akan dibunuh. Ketika NaserruDin Shah dibunuh oleh Mirza Reza
Kermani anaknya Mozaffaruddin menjadi penggantinya. Mozaffaruddin Shah adalah
seorang pemimpin lemah dan tak berguna, royal dan tidak adanya penerimaan tambahan
masukan dana dari sumber lain kian mempersulit masalah keuangan. Orang mulai
menuntut kerajaan untuk membatasi kekuasaan dan pembentukan supremasi hukum
sebagai kekhawatiran atas campur tangan asing, terutama Rusia. Namun,
Mozaffaruddin's putra Mohammad Ali Shah, dengan bantuan Rusia,
berusaha untuk membatalkan konstitusi meniadakannya parlemen dan
pemerintah. (http://msrizqi.blogspot.com/dinasti-dinasti-kecil-persia.html/
10 okto 2012)
Hubungan diplomatic yang berkesinambungan dan regular
dengan kekuatan-kekuatan eropa berlangsung sejak pemerintahan Fat’h Ali Syah,
ketika Persia dicoba dekati oleh Inggris disuatu pihak, dan napoleon Prancis di
lain pihak, disebabkan oleh letaknya yang strategis persisnya menghadap
rute-rute perdagangan kea rah timur. Hasil sampingan perhatian dari barat ini
berupa masuknya pendidikan dan teknik Eropa ke tubuh tentara Persia.
Selama abad ke Sembilan belas, imperialism tsar Rusia
merupakan ancaman melalui perjanjian “Turkmenchay” pad tahun 1243 H/ 1828 M,
Persia tidak lagi megklaim wilayah kekuasaan di Armenia Timur dan Caucasus
sebagai miliknya. Tetapi gerakan Rusia di asia tengah menimbulkan bahaya
potensial lebih lanjut lagi bagi perbatasan timur laut Persia. Untuk waktu yang
lama, Qajar tidak dapat melepaskan warisan daerah takhlukan di timur yang
ditinggalkan Syafawiyah dan Nadir, dan perselisihan dengan afganistan mengenai
masalah Heart, terus berlangsung sampai tahun 1273 H/ 1857 M.
Berkat kekuatan-kekuatan besar dan kecerdikan
Nashiruddin shah Persia jauh lebih berhasil dibandingkan kekaisaran Ustmaniyah
dalam mempertahankan integritas teritorialnya. Sekalipun demikian biaya perang
dan kemewahan raja membuat bangsa ini menanggung untung luar negeri yang besar,
sehingga semakin memperkuat cengkeraman ekonomi bangsa-bangsa kreditor Eropa.
Selama pemerintahan Muzhafarrudin Shah yang lebih lemah, muncul suatu gerakan
yang menuntut adanya liberalisme politik dan konstitusi, tuntutan yang terpaksa
dipenuhi pada tahun 1906 M.
Selama perang dunia pertama, Persia secara resmi
tetap netral. Meskipun demikian pasukan-pasukan Turki, Rusia dan inggris
berperang memperebutkan tanahnya dan pada akhir perang ini bermunculan
pemberontakan local dan gerakan separatism di berbagai provinsi. Karena itu,
tidak sulit bagi prajurit Riza Khan (panglima tertinggi tentara) untuk mendesak
siding nasional menyingkirkan Qajar pada tahun 1924 M, yang setelah ini dia
sendiri berkuasa di Persia sebagai Riza Syah Pahlevi, ayahnya bernama Muhamad
Ridha. Dan berakhirlah kekuasaan dinasti Qajar di Persia.
Daftar Referensi
Bosworth, C.E. Dinasti-dinasti Islam. Bandung
: Mizan. 1980
Tidak ada komentar:
Posting Komentar