Secara garis besar
Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari
kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan
atau “a functional theory of Culuture”. Dan melalui
teori ini banyak antropolog yang sering menggunakan teori tersebut sebagai
landasan teoritis hingga dekade tahun 1990-an, bahkan dikalangan mahasiswa
menggunakan teori ini untuk menganalisis data penelitian untuk keperluan
skripsi dan sebagainya.
Ia
berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang
bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya
memenuhi kebutuhan tersebut. Semisal kebutuhan sex biologis manusia yang
dasarnya merupakan kebutuhan pokok, tetapi tidak serta merta dilakukan atau
dipenuhi secara sembarangan. Kondisi pemenuhan kebutuhan tak terlepas dari
sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati
bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus
bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk
tindakan-tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat
bersangkutan yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan, tata
cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis
manusia tersebut. Hal inilah yang kemudian menguatkan tese dari Malinowski yang
sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan. Ada tiga tingkatan
oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni,
1.
Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti
kebutuhan akan pangan dan prokreasi
2.
Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti
kebutuhan akan hukum dan pendidikan.
3. Kebudayaan harus memenuhi
kebutuhan integratif, seperti agama dan
kesenian.
Selain
itu, hal yang patut ada pada para peneliti menurut Malinowski adalah kemampuan
keterampilan analitik agar dapat memahami latar dan fungsi dari aspek yang
diteliti, adat dan pranata sosial dalam masyarakat. Konsep tersebut dirumuskan
kedalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek kebudayaan, yakni :
1.
saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan
efeknya terhadap aspek lainnya.
2.
konsep oleh masyarakat yang bersangkutan.
3.
unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang
terintegrasi secara fungsional.
4.
esensi atau inti dari kegiatan /aktifitas tersebut tak
lain adalah berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan dasar “biologis” manusia.
Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari
teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan/aktifitas manusia dalam
unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari
sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
kehidupannya. Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan
kebutuahn manusia yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang
dalam bentuk yang lebih solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan
melalui rekayasa manusia.
Dalam konsep fungsionalisme Malinowski dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok manusia yang terlembagakan dalam kebudayaan dan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia. Seperti kebutuhan gizi (nutrition), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comforts), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan (growth). Setiap lembaga sosial (Institution, dalam istilah Malinowski) memiliki bagian-bagian yang harus dipenuhi dalam kebudayaan.
Dalam konsep fungsionalisme Malinowski dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok manusia yang terlembagakan dalam kebudayaan dan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia. Seperti kebutuhan gizi (nutrition), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comforts), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan (growth). Setiap lembaga sosial (Institution, dalam istilah Malinowski) memiliki bagian-bagian yang harus dipenuhi dalam kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar