Kawasan Benteng Tuanku Nan Garang berada di kaki Bukit Bungsu
yang agak terpisah dari pemukiman penduduk. Kawasan ini merupakan daerah batas
antara Nagari Lubuak Batingkok dan Nagari Taeh Bukik yang ditandai dengan
batang aur yang ditanam disepanjang perbatasan tersebut. Kawasan Wisata Benteng
Tuanku Nan Garang mempunyai pemandangan alam sekitar yang masih alami, bisa
ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Namun areal objek belum
terbina dengan baik, dimana areal objek belum punya pagar, masih dikelilingi
rumput. Didalamnya masih ada peninggalan batu-batu benteng.
Tuanku Nan Garang, adalah salah satu tokoh Paderi yang taat
dalam mengembangkan ajaran Islam di Luhak Lima Puluh Kota dan ditakuti oleh Belanda.
Sewaktu Residen Sumatera Barat Mac.Gillavri mengunjungi Benteng Tendikir di
Tanjung Alam, Tanah Datar pada tanggal 9 Oktober 1829, ia berkirim surat kepada
Tuanku Nan Garang, yang intinya mengajak Tuanku Nan Garang dan pengikutnya
bersatu dengan Belanda untuk menghadapi kaum Paderi.
Surat Residen dibalas oleh Tuanku Nan Garang menyatakan bahwa
mereka tidak perlu diganggu dulu, karena rakyat Luhak Lima Puluah Kota dengan
ajaran Islam telah hidup dengan aman dan tentram.
Pada Tanggal 17 dan 18 Oktober 1832 Belanda memperluas
wilayahnya di Luhak Lima Puluh Koto , penyerangan suatu kampung dilereng Gunung
Bungsu yaitu Koto Tangah Lubuak Batingkok rakyatnya dibawah pimpinan Tuanku Nan
Garang masih belum mau menyerah kepada Belanda , sehingga terjadi pertempuran
yang sengit di kaki Gunung Bungsu . Pada tangal 19 Oktober 1832 dengan pasukan
yang kuat Belanda menyerang Koto Tangah. Untuk merampungkan pertahanan Tuanku
Nan Garang pemimpin yang cukup taktis dan cerdik mengajak tentra Belanda untuk
berunding diluar parit pertahanan kampung. Perundingan yang disengaja untuk
mengulur waktu itu tetap saja tidak mendatangkan hasil. Merasa dipermainkan
tentera Belanda lalu menyerang dengan segenap kekuatan dan persenjataan yang
ada.
Walaupun ditembaki dengan meriam dan periuk api tapi benteng
Tuanku Nan Garang tetap bertahan. Benteng Koto Tangah yang dikelilingi parit
dan aur berduri ini baru dapat ditaklukan Belanda setelah didatangkan bala
bantuan tentara dan senjata berat dari Payakumbuh. Sebagai balasan atas perlawanan
ini Belanda membakar kampung Koto Tangah. Tuanku Nan Garang dan pengikutnya
mundur kearah utara.Untuk menaklukkan benteng Tuanku Nan Garang ini selama 4
hari (19-22 Oktober 1832) di pihak Belanda banyak yang mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar