
  Foto ini legendaris, selalu muncul di setiap publikasi 10 November, 
menjadi ilustrasi buku sejarah jika mengulas perang 10 November. Siapa 
pemotretnya dan bagaimana situasi yang mela
tarbelakanginya? 
 Di foto itu Bung Tomo yang ceking terlihat gagah berpidato. Berseragam 
militer, tangan kanannya menunjuk ke atas. Kumisnya tipis, matanya 
tajam. Kepalanya dinaungi payung bergaris-garis dan corong bundar 
menghadang mulutnya. 
 Namun siapa sangka, foto itu sebenarnya bukan 
diambil saat perang 10 November 1945, tetapi beberapa tahun setelahnya. 
Istri Bung Tomo, Sulistina, mengakui foto itu tidak dijepret di 
Surabaya.
 
 Faktanya, selama periode terakhir 1945, ketika perang
 Surabaya berkecamuk, ternyata tidak ada satupun surat kabar yang memuat
 foto Bung Tomo berpayung ini. Foto itu pertama kali muncul dalam 
majalah dwi bahasa, Mandarin dan Indonesia, Nanjang Post, edisi Februari
 1947. Ada foto Bung Tomo dengan pose dahsyat ini. Dijelaskan dalam 
keterangan foto itu bahwa Bung Tomo sedang berpidato di lapangan 
Mojokerto dalam rangka mengumpulkan pakaian untuk korban Perang 
Surabaya. Saat itu masih banyak warga Surabaya yang bertahan di 
pengungsian di Mojokerto dan jatuh miskin. Sementara Surabaya sedang 
diduduki Belanda. Sulistina hanya mengenal nama Mendur, wartawan foto 
IPPHOS yang mengambil gambar „Bapak‟ 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar