Nama : Nilma
yola
BP : 110 173
Tugas MID
Study Hadist
Soal.
Apa hubungan
hadist dengan study kesejarahan ? Uraikan berdasarkan materi yang sudah
diajarkan dan beri contoh hadist Nabi S.A.W yang sesuai dengan itu !
Jawab.
Perkembangan
sejarah awal Islam tidak bisa dipisahkan dari perkembangan ajaran Islam maupun
komunitas muslim itu sendiri. Islam memberikan kesadaran sejarah kepada kaum
muslimin baik melalui Al-qur’an, maupun melalui Nabi Muhammad sendiri sebagai
figur historis. Ketika Nabi Muhammad masih hidup, berbagai masalah yang muncul
di kalangan kaum muslimin dapat dipecahkan dengan otoritas Al-Qur’an atau nabi
Muhammad sendiri.
Sepeninggal
beliau, mulailah dilakukan pembukuan hadist untuk dijadikan sandaran dalam
mengambil keputusan. Tidak hanya itu, hadist juga dijadikan sebagai sumber
rujukan penulisan tentang sejarah islam masa dahulu. Pengkajian dan pemgumpulan
hadist, memberikan sumbangan terhadap penulisan sejarah awal islam, seperti
maghazi, sirah, asma’ ar-rijal.
Historiografi
Islam awal itu sangat terbantu sekali dengan adanya literatur hadis yang dapat
dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui peristiwa penting yang terjadi
sepanjang sejarah masuk dan berkembangnya Islam masa Rasulullah. Sumbangan
hadist dalam pembentukan penulisan sejarah awal tidak terbatas pada sekedar
penyediaan bahan untuk penulisan sejarah, tetapi juga dalam membentuk metode
penulisan sejarah itu sendiri. Metode isnad yang penting dalam ilmu hadist juga
diterapkan dalam penulisan sejarah awal Islam.
Dapat kita gambarkan
bahwa, untuk mengetahui sejarah Islam di masa kenabian dengan bantuan hadist
yang ada, dapat kita ketahui. Misalnya saja, mengetahui sejarah awal atau latar
belakang dibolehkannya berijtihad dalam memutuskan suatu perjara hukum, dapat
kita lihat dalam contoh berikut ini :
Saat Rasulullah hendak
mengutus Mu’adz bin Jabal untuk menjadi penguasa di Yaman, terlebih dahulu dia
diajak dialog oleh Rasulullah SAW.
قَالَ كَيْفَ تَقْضِيْ إِذَاعَرَضَ لَكَ
قَضَاءٌقَالَ أَقْضِيْ بِكِتَا بِ اللهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْفِيْ كِتَا بِ
اللهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَئ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
فَإِنْ لَمْ تَجْدِ فِـْي سَنَّةِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّـى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلَا فِي كِتَا بِ اللهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِيْ وَلَااَلُوفَضَرَبَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّـى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ
الَذِيْ وَفَّقَ رَسُوْلَ رَسُوْلِ اللهِ لِمَا يُرْضِيْ رَسُوْلِ اللهِ (رواه ابو
دواد والترميذى)
Artinya : “(Rasul bertanya),
bagaimana kamu akan menetapkan hokum bila dihadapkan padamu sesuatu yang
memerlukan penetapan hokum ? Mu’az menjawab : saya akan menetapkannya dengan
kitab Allah. Lalu Rasul bertanya : seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam
Kitab Allah, Mu’az menjawab : dengan sunnah Rasulullah. Rasul bertanya lagi,
seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah.
Mu’az menjawab : saya akan berjihad dengan pendapat saya sendiri. Maka
Rasulullah menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya mengatakan “segala puji bagi
Allah yang telah menyelaraskan utusan seorang Rasul dengan sesuatu yang Rasul
kehendaki”. (HR. Abu Daud dam Al-Tirmidzi)
Nah, dengan
keberadaan contoh di atas, dapat kita katakan bahwa peristiwa awal diperbolehkannya
berijtihad dalam memutuskan suatu perkara bermula dari peristiwa Mu’azd bin Jabal
berangkat menuju Yaman. Dari literatur sanad yang tergambar dapat ditelusuri
dari siapa hadist tersebut berasal, dan siapa yang telah meriwayatkan hadist
tersebut, juga apa makna yang terkandung didalamnya. Namun, dalam pengambilan
hadis sebagai sumber rujukan tersebut tentu saja tidak sembarangan saja,
terdapat beberapa metode yang dilakukan oleh para periwayat hadist dalam
mengambil hadist tersebut sebagai hujjah. Seperti dengan melakukan sumpah
terlebih dahulu kepada yang menyampaikan serta mendatangkan saksi sehingga
kehadiran tersebut dapat diterima.
Selain itu,
pengambilan hadist sebagai sumber rujukan mempunyai keterkaitan juga dengan dengan
pengambilan sumber sebagai rujukan dalam penelitian sejarah. Dalam studi
hadist, tiap hadist yang ditemukan itu akan terlebih dahulu di seleksi, dan
dilakukan pengujian terhadap hadist itu, baik itu pengujian secara interen
maupun secara eksteren. Hal yang sama juga dilakukan dalam pengujian sumber
dalam penelitian sejarah, namun dengan metode yang berbeda. Apabila tahap
pengujian terhadap hadist telah selesai, maka hadist tersebut sudah dapat
dijadikan sumber rujukan sejarah, apabila telah memenuhi persyaratan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar