Hai Dear, wellcome to my Blog

Selasa, 15 Oktober 2013

Serangan ke Sulit Air masa Perang Paderi

Raffik Dylova said:

Catatan lain, yang menyebutkan penyerangan ke Sulit Air itu memakan waktu 5 hari, dan meninggalkan kehancuran yang luar biasa. Dengan kata lain penduduk Sulit Air pada waktu itu ‘pergi’ ke suatu tempat. Saya baru menduga mereka pindah ke Padang Barimbiang dan Kinari Kabupaten Solok, karena mereka mengaku berasal dari Sulit Air. Ada banyak pertanyaan yang menghinggapi saya selama ini :

1. Sebenarnya siapakah orang Sulit Air? Dan kenapa serangan pertama Belanda ditujukan ke negeri ini? Dalam hikayat disebutkan mereka tidak pernah beraja ke Pagaruyung, dan … tidak pernah disinggung-singgung dalam sejarah dan tambo sebelum masa itu. Hanya secuil pituah adat yang tersisa yang menyebutkan: ‘Sulit Air cumeti Koto Piliang’.

2. Benarkah pada kurun 1812-1821 ada pengumpulan pasukan Paderi di tempat tersebut?

3. Bila setelah serangan 1821 itu negeri menjadi kosong, kemudian siapakah orang-orang yang kemudian membangun kembali negeri tersebut, dan pada saat ini menjadi nagari terbesar di Sumatera Barat? Saya coba melakukan penelitian amatir selama ini, dan memang dalam tahap penyusunan puzzle. Sehubungan dengan pertanyaan nomor 2, saya menilai dari aspek geomorlogis belaka, kurang lebih sbb:

Bila kita berada di Ombilin Singkarak, terdapat dua jalan menuju ke bukit, satu ke arah Batusangkar-Pagaruyung dan satu lagi ke arah Bukit Kanduang – Sulit Air. Dari sejarah yang saya pernah dengar, sebelumnya titik di Simawang itu merupakan daerah strategis. Dan sebelumnya Inggris dikabarkan juga membangun semacam pos di tempat tersebut. Dari titik ini sebenarnya dapat dipantau ‘jalan dagang’ ke arah Batusangkat-Pagaruyung. Mengenai istilah ‘jalan dagang’ ini dapat dilihat pada Kamus Minangkabau karya Dr. Gusti Asnan. Karenanya cukup beralasan bila Belanda ingin menduduki titik ini sepenuhnya. Namun sebelumnya, saya mencurigai bila kaum Paderi juga telah menduduki titik ini.

Pada masa itu disebutkan, dari Talago Laweh Sulit Air dapat leluasa mata memandang sampai ke Padang Panjang. Apalagi bila sampai mendaki Gunung Merah, maka terlihatlah bentangan luas luhak Tanah Datar hingga perbatasan kedua luhak yang lain. Kuat dugaan saya bila pada masa 1812-1821 ada pengumpulan kekuatan Paderi di tempat tersebut. Namun tentunya telah ada pula pemukim awal yang telah tinggal di tempat tersebut, dan membangun budaya ‘cumeti Koto Piliang’. Untuk pertanyaan ke-3, saya sudah coba menghitung proyeksi mundur penduduk, untuk sekitar tahun 1840 ada kurang lebih 2.000 jiwa, atau sekitar 500 KK. Dan komposisi ini masih saya uji dengan total jumlah ruang rumah gadang. Bilamana pas, maka bisa sampai pada hipotesis: Sulit Air ‘dibangun baru’ pasca perang Paderi.

2 komentar:

  1. Maaf, Bila sdri ingin menelusuri Sulit Air scara utuh dan apa yg dimaksud "Cumeti Koto Piliang" tsb berangkatlah dari catatan sejarah kerajaan kecil Hindu didaerah Dhamasraya, perang padri tiga priode tsb hanya sekelumit dari sekian banyak peristiwa sejarah dalam perkembangan islam di Minangkabau itu sendiri.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus