Hai Dear, wellcome to my Blog

Minggu, 31 Maret 2013

Pengaruh Hinduisme di Nusantara


1.    Arsitektur dan Bangunan
Arsitektur atau seni bangunan ala masa Hindu-Buddha juga bertahan hingga kini. Meski tampilannya tidak lagi serupa benar dengan bangunan Hindu-Buddha (candi), tetapi pengaruh Hindu-Buddha membuat arsitektur bangunan yang ada di Indonesia menjadi khas.
Salah satu ciri bangunan Hindu-Buddha adalah “berundak.” Sejumlah undakan umumnya terdapat di struktur bangunan candi yang ada di Indonesia. Undakan tersebut paling jelas terlihat di Candi Borobudur, bangunan peninggalan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Hal yang khas dari arsitektur candi adalah adanya 3 bagian utama yaitu ‘kepala’, ‘badan’ dan ‘kaki.’ Ketiga bagian ini melambangkan ‘triloka’ atau tiga dunia, yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa).
Pengaruh sistem 3 tahap hidup religius manusia ini bertahan cukup lama. Bahkan ia banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang dibangun pada masa yang lebih kekinian. Bangunan-bangunan yang memiliki ciri seperti ini beranjak dari bangunan spiritual semisal masjid maupun profan (biasa) semisal Gedung Sate di Bandung.
Arsitektur semacam candi ini sebagian terus bertahan dan mempengaruhi bangunan-bangunan lain yang lebih modern. Misalnya, Masjid Kudus mempertahankan pola arsitektur bangunan Hindu ini. Masjid Kudus aslinya bernama Masjid Al Aqsa, dibangun Jafar Shodiq (Sunan Kudus) tahun 1549 M. Yang unik adalah, sebuah menara di sisi timur bangunan masjid menggunakan arsitektur candi Hindu.
Selain bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu pun terdapat pada gerbang masjid yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak ketinggalan lokasi wudhu, yang pancurannya dihiasi ornament khas Hindu.

Banyak hipotesis yang diutarakan mengapa Jafar Shodiq menempatkan arsitektur Hindu ke dalam sebuah masjid. Hipotesis pertama mengasumsikan pembangunan tersebut merupakan proses akulturasi antara budaya Hindu yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus sebelumnya dengan budaya Islam yang hendak dikembangkan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi Cultural Shock yang berakibat terasingnya orang-orang pemeluk Islam baru sebab tercerabut secara tiba-tiba dari budaya mereka.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa penempatan arsitektur Hindu diakibatkan para arsitek dan tukang yang membangun masjid menguasai gaya bangunan Hindu. Ini berakibat hasil pembangunan mereka bercorak Hindu.
Pengaruh arsitektur Hindu pun terjadi pada bangunan yang lebih kontemporer semisal Gedung Sate yang terletak di Kota Bandung. Gedung Sate didirikan tahun 1920-1924 dengan arsiteknya Ir. J. Gerber. Ornamen-ornamen di bawah dinding gedung secara kuat bercirikan ornament masa Hindu Indonesia. Termasuk pula, menara yang terletak di puncak atas gedung yang mirip dengan menara masjid Kudus atau tumpak yang ada di bangunan suci Hindu di daerah Bali.
Bangunan modern lain yang memiliki nuansa arsitektur Hindu juga ditampakkan Masjid Demak. Nuansa arsitektur Hindu pada masjid yang didirikan tahun 1466 M misalnya tampak pada atap limas yang bersusun tiga (meru), mirip dengan candi dimana bermaknakan bhurloka, bhuvarloka, dan svarloka. Namun, tiga makna tersebut kemudian ditransfer kearah aqidah Islam menjadi islam, iman, dan ihsan.
Ciri lainnya adalah bentuk atap yang mengecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Atap tertinggi yang berbentuk limasan ditambah hiasan mahkota pada puncaknya. Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di pura Hindu.




2.    Pakaian
Banyak pengaruh hindu yang masih kental masuk dalam pakaian sehari-hari masyarakat, diantaranya yang terdapat dalam pakaian tari pendet. Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.
Berdasarkan kostum yang dipakai, sangat jelas terlihat nuansa Hindu yang terkandung disana, mulai dari kemben yang dipakai hingga asesoris sebagai pelengkap. Selain itu nuansa Bali juga terlihat jelas dalam pakaian kebaya yang dipakai saat ini. Pada mulanya atau sebelum ditetapkannya kebaya sebagai pakaian nasional, kebaya merupakan pakaian tradisional umat Hindu dan ada beberapa suku yang menggunakan kebaya sebagai pakaian tradisional seperti Suku Jawa, Bali, Sunda, Madura dan lain-lain. Pakaian kebaya oleh wanita Hindu etnis Bali digunakan sebagai pakaian untuk ke Pura atau untuk Sembahyang selain untuk acara adat atau keagamaan lainnya. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa Hindu dalam perkembangannya mengakomodir atau melestarikan budaya setempat termasuk tata cara berpakaian.

3.    Perilaku sehari-hari
Salah satu warisan hindu yang masih berkembang dalam masyarakat yaitu, tradisi bakar kemenyan yang diyakini oleh masyarakat Hindu dapat menjadi penghubung mereka dengan dewa atau dewi yang berada di khayangan.
“Kemenyan” berasal dari “getah” [eksudat] kering yang berasal dari pohon kemenyan, yang keluar dengan sendirinya atau senagaja ditoreh [diturih], serupa dengan cara mengambil getah karet. Terdapat beberapa jenis kemenyan yang masing-masing memiliki kadar wangi yang berbeda-beda, sangat tergantung pada kualitasnya.  Kemenyan yang bagus, pada masanya,  mempunyai harga sebanding dengan emas. Tradisi memakai kemenyan ini dinamakan dengan “ngukus”.
Pada satu sisi, ngukus merupakan bagian dari budaya yang dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Sunda terutama yang beragama Hindu, dan lainnya. Pada sisi lainnya, kepemilikan kemenyan dapat menunjukkan status sosial pemiliknya; yakni jika ia memiliki kemenyan yang berkualitas tinggi, berarti ia adalah orang kaya; demikian sebaliknya. Pada sisi lain juga, pada jamannya, kemenyan menunjukkan komoditas yang mampu menggerakkan roda ekonomi.
“Ngukus”, umumnya, dilakukan untuk mangawali sebuah doa atau ritus, seperti :
a.    Syukuran (do'a-d'oa pada moment "bahagia"),
b.    Tahlil-an (do'a-do'a pada moment kematian),
c.    Mengawali do'a jika mau menanam padi atau memanen padi,
d.    Ngaruwat,
e.    Mujasmedi.


DAFTAR REFERENSI
Lombard, denys. Nusa Jawa : Silang Budaya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 1996
http//.nusantara.blogspot

 


TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan pada mata kuliah
 SK – PRA ISLAM

 Oleh:

Nilma Yola    : 110 173

Dosen Bidang studi :

Muhammad Ilham S.Sos, M.Hum,
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (B)
FAKULTAS ADAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1433 H/ 2012 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar