Filsafat Sejarah dalam Pandangan Hegel
1. Riwayat
Hidup
George Wilhelm Friedrich Hegel, demikian
nama aslinya, lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770. Belajar teologi di
Universitas Tubingen hingga meraih doktor pada 1791. Ketika itu, karya tulisnya
masih bertaut dengan agama Kristen, misalnya The Life of Jesus dan The
Spirit of Chiristiany (Tafsir, 2004: 152). Hegel mulai menekuni filsafat
ketika pada 1801 bertemu dengan Schelling di Universitas Jena, dan turut
mengajar mata kuliah Filsafat di sana, hingga jerih payahnya membuahkan karya
filsafat pertama berjudul The Difference
Between Fichte’s and Schelling’s Systems of Philosophy (http://plato.stanford.edu, 2008).
2. Teori
yang dikeluarkan
“The Philosophy of History” atau(kah) “Philosophical History”, artinya “Semua yang real bersifat rasional dan semua yang
rasional bersifat real”
Pernyataan Hegel ini, cukup
beralasan karena ia memulai pandangan metafisiknya dari rasio. “Ide yang bisa
dimengerti” itu setali tiga uang dengan “kenyataan”. Selalu mengalami proses
dialektika (Hamersma, 1983: 42). Tentu karena ia seorang idealis, pandangan
akan urgensitas rasio ini begitu mendominasi dalam setiap jejak filsafatnya.
Namun, perlu diuraikan, bahwa rasio disini bukan bermakna rasio manusia
perseorangan, sebagaimana terlihat dalam pandangan kita selama ini, melainkan
rasio subyek absolute yang menerima kesetaraan ideal seluruh realitas dengan
subyek. Kesetaraan antara “rasio” atau “ide” dengan “realitas” atau “ada”. Dan
realitas utuh, sebagaimana dikehendaki Hegel, adalah proses pemikiran (idea)
yang terus menerus memikirkan, dan sadar akan dirinya sendiri. (Tafsir, 2004:
152).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar