MAKALAH
KONSEP, RUANG LINGKUP, dan SEJARAH FILOLOGI
Mata Kuliah:
Filologi
Oleh:
Nilma Yola
NIM. 2020060002
Dosen
Pembimbing:
Dr. Ahmad Taufik
Hidayat, MA
PROGRAM
STUDI S2
SEJARAH PERADABAN ISLAM (SPI)
PASCASARJANA
UIN IMAM BONJOL PADANG
TAHUN
2020
1. Pendahuluan
Setiap peristiwa sejarah, pasti meninggalkan bukti bahwa sejarah itu
pernah ada. Bukti tersebut bisa berbentuk fisik benda (puing-puing), tulisan
(naskah dan prasasti). Nah, seiring perjalanan waktu, tentu saja manusia akan berevolusi
dari yang awalnya hanya bisa berbahasa lisan, kemudian muncul tulisan, dan
manusia mulai pintar menulis dan membaca. Akan bermunculan satu persatu
bukti-bukti sejarah kehidupan di masa lalu. Khusus untuk bukti berupa tulisan
atau naskah, itu untuk mempelajari atau menerjemahkan isi yang terdapat dalam
naskah, kepada bahasa disuatu daerah tertentu, butuh keahlian khususnya dalam
bidang bahasa dan sastra. Dan keahlian tersebut akan di bawahi dalam sebuah
keilmuwan yaitu ilmu filologi, dan pembahasan lebih lanjut akan penulis bahas
di bagian berikutnya.
2. Pembahasan
a. Pengertian
Filologi
Filologi merupakan sebuah ilmu tentang sastra-sastra dalam arti luas
yang mencakup bidang Bahasa, sastra, dan kebudayaan. Melalui filologi dapat
dengan mudah meneliti Bahasa, melalui tiga bidang yaitu:
1) Linguistic,
khusus mempelajari unsur-unsur yang membangun Bahasa seperti, ucapan, cara
membuat kalimat, dan lain-lain.
2) Memaknai
kata secara khusus, karena tujuannya adalah kejelasan Bahasa secara menyeluruh dan sesuai kata demi kata, baik yang tertulis
maupun yang lisan, dan;
3) Ilmu sastra,
yang berkepentingan dengan penilaian atau ungkapan Bahasa jika dilihat dari
sudut estetika.[1]
Dapat juga diartikan sebagai
suatu ilmu yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan berupa tulisan yang
berasal dari kurun waktu berates-ratus tahun yang lalu.[2]
Fungsinya untuk menemukan bentuk teks yang asli serta mengetahui pesan yang
disampaikan penulis, setelah dibersihkan semua kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada teks. Kata filologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “philos”
yang artinya cinta dan “logos” berarti kata atau “senang bertutur”. [3]
awalnya filologi diartikan dengan “cinta kata”, kemudian lama-kelamaan
berkembang menjadi “cinta pada sastra” yang mencangkup Bahasa, kesastraan dan
kebudayaan.[4]
Dalam bahasa Arab, filologi adalah ilmu “tahqiq al-Nushush”,
sebagaimana disebutkan oleh Az-Zamakhsari dalam kitab “Asas al-Balaghah”
sebagai berikut:
حققت الامروأحققتة: كنت على يقين
منه, وحققت الخبر فانا أحقه, وقفت على حقيقته, ويقول الرجل لاصحابه
إذابلغهم خبر فلم يستيقنوه: انا أحق لكم هذا الخبر, أى
أعلمه لكم وأعرف حقيقت.....
Maksudnya:
“Mentahqiq sebuah teks atau nash, yaitu melihat sejauh mana hakekat
sesungguhnya yang terkandung didalam teks itu. Mengetahui suatu berita dan
menjadi yakin akan kebenarannya. Oleh sebab itu, yang dimaksud dengan “tahqiq”
dalam bahasa ialah pengetahuan yang sesungguhnya dan berarti juga mengetahui
haqeqat suatu tulisan”.[5]
Istilah tahqiq paling popular artinya diteliti oleh fulan. Orang yang
melakukan tahqiq disebut muhaqqiq.
Secara istilah, tahqiq adalah penelitian yang cermat terhadap suatu
karya yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Apakah
benar, karya yang diteliti merupakan karangan assli pengarangnya yang disebut
pada buku.
b) Apakah
isinya benar-benar sesuai mazhab pengarangnya ?
c) Sejauh mana
tingkat kebenaran materinya ?
d) Mentahqiq
dan mentakhrij semua ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist serta menyebut sumbernya
dalam catatan kaki.
e) Memberi
penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas, seperti nama orang, tanggal yang
diragukan, kejadian-kejadian dsb.
Selain pada al-Qur’an dan sunnah, tahqiq digunakan dalam penyusunan
buku-buku sumber dalam segala bidang, seperti tafsir yang menggunakan riwayat (tafsir
al-matsur), juga dibidang fiqh dan akidah. Melalui tahqiq maka
penerbitan-penerbitan awal yang sangat teliti, kemudian ilmu-ilmu itu telah
sampai dengan sempurna kepada kita sekarang ini.
Tahqiq juga menyelamatkan warisan kesastraan dari zaman pra islam,
seperti di jazirah Arab. Sebagai contoh, upaya mentahqiq kitab Mu’jam al-Ain,
karya al-khalil ibn Ahmad. Buku itu mendapat perhatian dan diteliti secara
mendalam oleh para ulama Bahasa Arab melalui penelitian terhadap materi buku,
meneliti perawinya, tanggal ditulisnya, dan masa hidup para guru-guru
al-Khalil, lalu tempat pertama dimunculkan Mu’jam al-‘Ain. Hingga
didapat hasil penelitian bahwasanya buku tersebut dapat diterbitkan disertai
dengan penjelasan yang merupakan upaya ulama muhaqqin, dan upaya ahli
filologi.
Dalam bahasa Inggris, philology dipakai dalam pengertian terbatas
ialah studi sejarah dan penafsiran teks pada naskah-naskah lama. Pada tradisi
klasik Barat, pengertian filologi diperluas menjadi studi kebudayaan
berdasarkan teks. Di Belanda, istilah filologi diartikan sebagai ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra yang berkaitan dengan
latar belakang budaya kehidupan pendukungnya, termasuk bahasa, sejarah, adat istiadat,
agama dsb. Di negara-negara Anglo Saxon, filologi diberi makna linguistik yang
cenderung mengarahkan studinya ke sejarah bahasa (linguistik histories),
perkembangannya dan juga kekerabatannya antara beberapa bahasa.
b. Sejarah
Filologi
Mengurai sejarah perkembangan Filologi secara kronologis, apalagi dalam
ruang lingkup pengertian pengertian Filologi dunia, muncul abad ke-3 SM,
dipelopori oleh Erastothemes di Iskandariah. Masa ini, mereka berhasil
membaca naskah Yunani lama yang ditulis dalam huruf bangsa Funisia. Menggunakan
daun papyrus dengan cara merekam tradisi lisan yang mereka miliki sebelumnya.[6]
Dalam upaya menggali khazanah ilmu pengetahuan yang dikandung naskah-naskah
itu, mereka menggunakan sebuah metode yang kemudian dikenal dengan nama alat
filologi. Para ahli menamakan periode ini dengan “Mazhab Iskandariah”.
Masa ini, kegiatan filologi juga juga dimanfaatkan dalam transaksi
bisnis, untuk kegiatan perdagangan naskah ini, biasanya penyalinan naskah
dilakukan oleh budak belia, yang memang masa itu masih banyak dan mudah
didapatkan. Kemungkinan, dari proses ini terjadi banyak
penyimpangan-penyimpangan dari bahan yang disalin. Hasil penyalinan ini
kemudian dipasarkan disekitar laut Tengah. Bisa dibayangkan, proses penyalinan
berkali-kali dari naskah yang menyimpang membuat naskah hasil salinan menjadi
makin jauh dari naskah asli. Hal itu dikarenakan: ada unsur kesengajaan,
penyalin kebetulan bukan ahli dalam ilmu yang ada ada dalam naskah yang
ditulisnya itu; dan ada unsur kelalaian penyalin.
Selain itu, Filologi juga dipandang sebagai ilmu sastra secara ilmiah
dengan mengkaji karya-karya Homerus, Plato, Herodotus, Hipocrates, Socrates,
Aristoteles sebagai karya sastra yang bernilai tinggi. Setelah Iskandariah
jatuh dibawah pengaruh Romawi, kegiatan penelitian berpindah ke Eropa Selatan
yang berpusat di Kota Roma. Abad ke 1M, merupakan masa perkembangan tradisi
Yunani dalam bentuk referensi terhadap naskah-naskah tertentu.
Pada abad ke 4 M, di kawasan Timur Tengah sudah berdiri berbagai pusat
studi ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti: Gaza sebagai pusat
ilmu oratori, Beirut dibidang ilmu hukum, Edessa dalam kebudayaan Yunani
demikian di Antioch.[7]
Abad ke 5M terjadi perpecahan di kalangan kerajaan di Kota Edessa yang
membuat banyak ahli filologi pindah ke wilayah Persia, merekalah yang
mengembangkan kegiatan ilmiah ini di Kota Yundi Syapur. Banyak diterjemahkan
naskah Yunani ke dalam bahasa Siria, yang kemudian di masa pemerintahan dinasti
Islam akan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Masa pemerintahan Khalifah Al-Manshur, Harun al-Rasyid, dan al-Makmun,
studi filologi makin meningkat dan mencapai puncak masa dinasti Abbasiyah ini.
Masa itu dikenal ada tiga penerjemah kenamaan, yaitu: Qusta bin Luqa, Hunain
bin ishak, dan al-Hubaisyi, dan keriganya beragama Nasrani.[8]
Selain itu, ahli filologi di kawasan Timur Tengah juga menerapkan teori
filologi terhadap naskah-naskah yang dihasilkan para penulis daerah setempat,
yang terlihat dari kumpulan naskah di Bait al-Hikmah.
Abad ke 17 M, studi teks klasik Arab dan Persia di Eropa sudah dipandang
mantap. Selain naskah Arab dan Persia, ditelaah pula naskah Turki, Ibrani dan
Syiria. Penghujung abad ke 18M di Paris, banyak didirikan pusat studi ketimuran
oleh Silverter de Sacy, disana banyak dipelajari naskah-naskah dari
timur tengah, oleh para ahli dari kawasan Eropa.
Buku-buku yang membahas Filologi sebenarnya belum banyak ditemukan di
tengah masyarakat. Orang yang sangat berjasa karena telah merintis dan
mengupayakan tersedianya informasi yang sangat bermanfaat mengenai sejarah
Filologi yaitu Reynolds dan Wilson (1975) sebagaimana diuraikan dalam Scribes
and Scholars A Guide to the Transmission of Greek and Latin Literature.
Buku tersebut banyak dijadikan rujukan dikalangan akademik dalam hal yang
berkaitan dengan Filologi, bahkan hingga saat ini. Buku tersebut juga telah
dipublikasikan dalam versi Bahasa Indonesia yang disusun oleh tim dari
Universitas Gadjah Mada Djogjakarta (Siti Baroroh Baried, dkk. 1983) dalam Pengantar
Teori Filologi yang didalamnya juga menguraikan tentang sejarah
perkembangan filologi, dan menjadikan beberapa edisi naskah – naskah Nusantara
sebagai sumber kajian.
Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara mulai timbul seiring
kedatangan bangsa Barat pada abad ke 16M. mereka orang Barat mengumpulkan
naskah-naskah dari Nusantara lalu menjadikannya sebagai komoditi jual beli di
Laut Tengah. Kolektor naskah Nusantara itu ialah Peter Foros atau Piert
William, sedangkan kolektor naskah nusantara dari kalangan pedagang yaitu Edward
Picocke, pemilik naskah Hikayat Sri Rama (tertua) dan Milliam Laud.
Pelancong dari Belanda, Frederik de Haufman yang bisa berbahasa
Melayu, mengarah sebuah buku yang berjudul Spraeck ende Woordboek in de Malaysche en de
Madagaskarsche Talen, kemudian buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin, Inggris dan Perancis.
Tahun 1629, di kepulauan Nusantara terbit terjemahan al-kitab yang
pertama dalam Bahasa Melayu. Penulisnya ialah Jan Jacobsz dan penerjemahnya
Albert Cornelisz Ruil. Kemudian banyak muncul penerjemahan kitab injil
sesudahnya.
Kehadiran para misioner di Indonesia, dengan bekal ilmu pengetahuan
Linguistik telah mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti naskah-naskah
berbagai daerah di Nusantara. Kajian para ahli filologi terhadap naskah-naskah
Nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisanya. Dan akibat
keterbatasan tenaga penyunting naskah, maka difokuskan saja kepada naskah yang
berbahasa Jawa dan Melayu.
Perkembangan selanjutnya, naskah disunting dalam bentuk transliteris
dalam huruf Latin, ada juga naskah yang disunting ke dalam Bahasa Belanda dan Inggris. Suntingan naskah dengan metode
kritik teks yang banyak dilakukan pada Abad ke 20, menghasilkan suntingan yang
lebih baik dari sebelumnya. Pada abad ke 20M, banyak diterjemahkan naskah
keagamaan dan sejarah.
Pada periode mjtakhir, mulai dirintis studi naskah Nusantara dengan
Analisa struktur berdasarkan ilmu sastra (Barat). Dengan demikian, terbukalah
kemungkinan penyusunan sejarah kesastraan Nusantara atau kesastraan daerah dan
keduanya telah mendorong minat untuk menyusun kamus bahasa-bahasa Nusantara.
Sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari naskah-naskah lama pernah
dipandang sebagai ilmu yang mempelajari sastra-sastra dan Bahasa. Inilah
latarbelakang dimulainya kegiatan pengkajian terhadap teks-teks yang berupa
karya sastra yang dinilai mengandung kadar sastra tinggi. Hal ini menekankan
aspek kesasteraan dan kritik. Disis lain, ilmu filoloi juga mengutamakan kajian
Bahasa, khususnya Bahasa-bahasa yang digunakan didalam teks-teks lama.
Naskah-naskah (manuskrip) yang dijadikan objek kajian filologi bisa saja
mengandung teks-teks bacaan yang berbeda. Malahan, ada yang memperlihatkan
bacaan yang sudah agak rusak. Ada juga pihak yang menganggap
perbedaan-perbedaan tersebut sebagai satu keslahan yang harus diperbaiki oleh
peneliti. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilah filologi tradisional.
Dalam hal ini, kegiatan filologi difokuskan untuk menetapkan bentuk sebuah
teks yang paling mendekati bentuk teks asli.
Saat ini, dalam perkembangan ilmu filologi, terkadang ada kecenderungan
melihat perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam setiap teks sebagai bentuk
kreativitas. Dimana variasi tersebut dianggap sebagai ungkapan proses kegiatan
kreatif mengenai hal-hal yang berhubungan dengan aspek kehidupan manusia pada
zamannya. Pandangan ini yang membawa filologi pada suatu pengertian lain yang
disebut filologi modern.
Filologi modern memandang perbedaan-perbedaan yang ada dalam teks
sebagai suatu ciptaan atau pngungkap kegiatan yang kreatif mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan manusia pada zamannya. Kegiatan
penelitian ini tujuannya tidak lagi untuk merekonstruksi teks guna mendapatkan
satu bentuk teks yang paling dekat dengan teks asli, tetapi lebih cenderung
diarahkan untuk mengungkapkan persepsi penyalin pada setiap kurun waktu
penerimaannya. Atau, bisa disebutkan sebagai suatu model (tren) didalam
penelitian-penelitian naskah sebagaimana dijumpai dari hasil-hasil penelitian
di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta terutama dalam rangka program S3.
Secara historis, bangsa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa
Eropa terutama Belanda, termasuk di dalam bidang akademik. Filologi yang
berkembang di Indonesia, cenderung mengikuti pengertian yang berkembang di
Negeri Belanda, sebagai satu disiplin ilmu yang mendasarkan kegiatannya pada
bahan-bahan tertulis dan bertujuan untuk mengungkapkan makna teks dari segi
kebudayaannya.
Di Indonesia, Filologi lebih banyak diarahkan pada kajian teks yang
menggunakan Bahasa-bahasa daerah, seperti Melayu, Jawa, Bali, Sunda, dan
lain-lain. Aktivitas filologi di Indonesia dimulai sekitar abad ke-16, oleh
orang-orang dari Kawasan Benua Eropa seperti Belanda yang melakukan aktivitas
perdagangan naskah. Setelah itu, baru dilakukan oleh misionaris yang ingin
menyebarkan agama Kristen di Indonesia.[9]
Menurut Baroroh-Baried, terdapat beberapa factor penyebab lahirnya
disiplin keilmuwan filologi, yaitu:
1. Munculnya
informasi tentang masa lampau didalam sejumlah karya tulisan.
2. Anggapan
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau masih
relevan dengan kehidupan sekarang ini.
3. Kondisi
fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang Panjang.
4. Factor
social budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau
yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar social bidaya pembacanya masa
kini.
5. Keperluan
untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.[10]
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa filologi merupakan. Sebuah
bidang keilmuan yang mempelajari tentang Bahasa, sejarah, sastra, dan
kebudayaan, terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampau, bertujuan untuk
menyampaikan kembali pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
c. Ruang
Lingkup Filologi
Filologi juga dipandang sebagai ilmu yang menyelidiki perkembangan
kerohanian suatu bangsa dari kesusastraan atau yang menyelidiki kebudayaan
melalui Bahasa dan karya kesasteraan.
1) Objek
Penelitian Filologi
Sasaran penelitian objek filologi yaitu:
naskah dan teks klasik. Naskah, diartikan suatu karya tulis yang berwujud
tulisan tangan yang dalam Bahasa Inggris disebut manuscript dan dalam Bahasa
Belanda handschrift. Naskah yang menjadi objek material penelitian
Filologi adalah berupa naskah yang ditulis pada kulit kayu, bambu, lontar,
rotan dan kertas. Artinya, bahwa perjanjian-perjanjian, ukiran, dan rulisan
pada batu nisan adalah diluar pembahasan Filologi. Naskah-naskah itu dilihat
sebagai hasil budaya berupa cipta sastera. Menurut Suripan Sadihutomo, telaah
Filologi bukan hanya berobyek sumber tulis, melainkan juga sumber lisan.[11]
Istilah “klasik” pada teks-teks Nusantara pada hakekatnya
lebih ditekankan kepada masalah waktu dan periode masa lampau yang di Indonesia
biasanya disebut dengan “premodern”, yaitu suatu kondisi yang pada waktu itu
pengaruh Eropa belum masuk secara intensif.[12]
2) Tujuan Ilmu
Filologi
Tujuan adanya Filologi, yaitu:
a. Tujuan Umum
1. Memahami
sejauhmana perkembangan suatu bangsa melalui sastranya, baik tulisan maupun
lisan.
2. Memahami
makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya/ penulisnya.
3. Mengungkapkan
nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
b. Tujuan
Khusus
1. Menyunting
seuah teks yang dipandang dekat dengan teks aslinya.
2. Mengungkapkan
sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.
3. Mengungkapkan
persepsi pembaca pada setiap kurun/ zaman penerimaannya.[13]
Kegunaan filologi bermanfaat untuk
referensi sejarah, hukum adat, sejarah perkembangan agama, kebahasaan,
kebudayaan, dan referensi public.
3) Metode
Filologi
Dalam penelitian naskah ada dua metode yang
selama ini sering digunakan, yakni metode (edisi) diplomatic dan metode (edisi)
kritis.[14]
Teks diplomatic ini identic dengan teks naskah bersangkutan, dan teks edisi
kritis adalah suatu (persiapan, pendahuluan) rekonstruksi teks asli. Prinsip
dasar dari sebuah edisi kritis adalah mengikuti kembali jalur transmisi dan
mencoba memperbaiki teks-teks agar sedekat mungkin dengan teks asli.[15]
Dilihat dari banyak sedikitnya jumlah
naskah yang dijadikan objek penelitian, metode filologi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a) Metode
(edisi) naskah tunggal, dan
b) Metode (edisi)
naskah jamak.
Untuk meng-edisi naskah, dapat ditempuh dua
cara, yaitu:
1. Edisi
Diplomatik
Naskah, pada edisi ini diterbitkan tanpa
disertai perubahan sedikitpun, baik ejaan, pungtuasi maupun pembagian teks.
Jadi, dalam bentuk sempurna dari edisi ini adalah naskah asli direproduksi
fotografis. Halaman naskah dipotret dan dicetak begitu saja, metode ini
dianggap paling murni karena factor subjektivitas editor tidak berpengaruh
didalamnya. Tetapi dari segi praktis, dianggap kurang menarik, karena hanya
dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saja terutama mereka yang telah memiliki
dasar pengetahuan aksara atau Bahasa yang ada didalam naskah bersangkutan.
2. Edisi
Standar
Edisi ini disebut edisi biasa, meskipun
naskah yang tersedia hanya satu (naskah tunggal), tetapi didalam metode ini
penyunting sangat memperhatikan semua aspek kegiatan penyuntingan naskah,
seperti menyediakan transliterasi, membetulkan kesalahan yang dijumpai dalam
teks, menyesuaikan ejaan sampai kepada menyusun apparat kritik dan membuat
komentar mengenai kejanggalan-kejanggalan (bacaan) yang dijumpai.
Setiap perubahan yang dilakukan dalam edisi
ini akan dicatat ditempat khusus untuk memudahkan pemeriksaan kembali atau
membandingkan dengan bacaan yang ada didalam naskah. Apabila sebuah penelitian
dihadapkan pada tersedianya sejumlah naskah (lebih dari satu) maka untuk
kepentingan penyuntingan ada beberapa alternatif yang digunakan yaitu:
(1)
Metode Intuitif, disebut juga metode subjektif dan
tergolong sebagai metode kritik teks yang tertua, dan cara kerjanya didasarkan
atas subjektivitas (intuisi). Untuk kepentingan edisi teks, diambil satu naskah
yang paling tua diantara naskah-naskah yang ada. Bagian kesalahan dalam teks,
kemudian diperbaiki berdasarkan teks naskah lain dengan menggunakan logika
(secara ilmiah).
(2)
Metode Objektif, Metode ini lebih menekankan pada usaha
mencari hubungan kekeluargaan dari naskah-naskah yang ditemukan peneliti.
Dengan melihat jumlah dan nilai kesaksian sejarah bisa dijadikan acuan dalam
memilih bacaan yang benar. Menetukan kebenaran itu didasarkan kepada kebenaran
objektif, tidak subjektif. Cara kerjanya dengan membandingkan kata dmi kata,
bila dalam beberapa naskah terdapat banyak kesalahan yang sama di tempat yang
sama pula, maka dapat disimpulkan naskah tersebut berasal dari satu sumber.
Metode ini cocok diterapkan pada naskah-naskah yang proses penurunannya
mengikuti tradisi tertutup (vertical).
Dalam proses penurunan naskah ada dikenal
istilah naskah yang bersumber dari satu nenek moyang (arcketyp), merupakan induk
naskah atau nenek moyang naskah (berupa Salinan), dapat dipandang sebagai
pembagi persekutuan terbesar dari naskah-naskah yang ada. Naskah archetyp
diberi nama alpha, beta dan gama menggunakan huruf Yunani kuno. Kemudian,
ada lagi naskah hyparchetyp, merupakan bagian dari naskah-naskah seversi.
(3)
Metode Gabungan
Digunakan apabila menurut tafsiran nila
semua naskah yang ada hampir sama. Perbedaan antarnaskah tidak terlalu mencolok
dan dapat dianggap tidak mempengaruhi teks. Pemilihan bacaan dianggap sebagai
kesalahan dari naskah-naskah yang ada, didasrkan pada mayoritas dengan
perkiraan bahwa tingkat kemungkinan bacaan itu lebih baik lebih besar. Dapat
diartikan bahwa, jumlah naskah mayoritas merupakan saksi dari bacaan yang
benar. Melalu metode ini, teks yang dihasilkan dapat dianggap sebagai satu teks
yang baru karena merupakan gabungan dari semua naskah yang ada.
(4)
Metode Landasan
Metode ini dikenal juga dengan metode
legger atau induk, digunakan apabila menurut tafsiran nilai semua naskah
jelas berbeda. Ada naskah yang dari segi kualitas lebih baik bahkan paling
menonjol. Hal itu dikarenakan naskah tersebut mengandung sedikit kesalahan
dibandingkan naskah yang lain.[16]
Metode-metode ini nanti, menghasilkan satu
edisi teks yang dari segi tekstual hampir seluruhnya mempunyai kesamaan dengan
teks pada naskah landasan.
Sebagai satu disiplin studi filologi
menuntut metode yang memadai. Berbagai factor yang terlibat dalam kerja
filologi menjadi pertimbangan dalam menetapkan metode. Factor-faktor tersebut, yaitu:
1. Pandangan
tentang studi filologi yang dilatari oleh sikapnya terhadap variasi.
2. Kondisi
sasaran dan objek kerjanya seperti terlihat pada materialnya, pada system
Bahasa, system sastra, dan konvensi social budayanya.
3. Besarnya
jumlah peninggalan tulisan yang memuat teks dan bentuknya
3. Penutup
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, filologi merupakan pengetahuan
tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra dan
kebudayaan.
Filologi lahir, tumbuh dan berkembang di wilayah kota Iskandariah pada
abad ke 3 M. mereka berhasil membaca
naskah Yunani lama yang ditulis dalam huruf bangsa Funisia. Kemudian berkembang
ke wilayah di Timur tengah, hingga sampailah ke Nusantara.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Ahmad, Zaidan. FILOLOGI, Buku Perkuliahan Program
Studi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN SUnan Ampel.
Surabaya: Fak Adab dan Humaniora UIN SUnan Ampel, 2013.
Baried,
Siti Baroroh, dkk. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Fak Sastra UGM,
1999.
I
Ketut, Nuarca. Sebuah Pengantar Metode Filologi. Bali: Fak Ilmu Budaya
Univ Udayana, 2017.
Lubis,
Nabilah. Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta, t.t.
———.
Teks dan Metode Penelitian. Jakarta: Fak Adab IAIN Syarif Hidayatullah,
1996.
Mahmud
Abbas, Mahmudah. Tarikh al-Kitab al-Islami al-Makhthuth. Riyadh: Dar
Tsaqit lil-Nasyri, t.t.
Martin,
L. West. Textual Criticiosm and editorial Technique, Aplicable tu Greec and
latin Texts. Stutgart: Teubner, 1973.
Maththa,
al-Tharabishi. Fi Manhaj Tahqiq al-Makhthuthath. Damaskus: Dar al-Fikri,
1983.
Reynold,
Wilson. Scribes and Scholars, A Guide to the Transmission of Greek and Latin
Literature. Oxford: Clarendon Press, 1975.
Sadihutomo,
Suripan. Filologi Lisan: Telaah Teks Kentrung. CV Lautan Rejeki, 1999.
subalidinata.
“Manfaat Studi Sastra Jawa Kuna dari Segi Filologi,” 1975.
Willem,
Molen. “Aim and Methods of Javanese Philology” dalam Indonesia Circle,
1981.
[1] Nabilah Lubis, Naskah Teks dan Metode
Penelitian Filologi (Jakarta, t.t.), h. 14.
[2] Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar
Teori Filologi (Yogyakarta: Fak Sastra UGM, 1999), h. 1.
[3] Nabilah Lubis, Teks dan Metode
Penelitian (Jakarta: Fak Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), h. 14.
[4] subalidinata, “Manfaat Studi Sastra Jawa
Kuna dari Segi Filologi,” 1975.
[5] al-Tharabishi Maththa, Fi Manhaj
Tahqiq al-Makhthuthath (Damaskus: Dar al-Fikri, 1983), h. 9.
[6] L. West Martin, Textual Criticiosm and
editorial Technique, Aplicable tu Greec and latin Texts (Stutgart: Teubner,
1973), h. 10.
[7] Baried, Pengantar Teori Filologi,
h. 35-36.
[8] Mahmudah Mahmud Abbas, Tarikh al-Kitab
al-Islami al-Makhthuth (Riyadh: Dar Tsaqit lil-Nasyri, t.t.), h. 21.
[9] Nuarca I Ketut, Sebuah Pengantar
Metode Filologi (Bali: Fak Ilmu Budaya Univ Udayana, 2017), h. 9.
[10] Baried, Pengantar Teori Filologi,
h. 2.
[11] Suripan Sadihutomo, Filologi Lisan:
Telaah Teks Kentrung (CV Lautan Rejeki, 1999), h. v-vi.
[12] Zaidan Ahmad, FILOLOGI, Buku
Perkuliahan Program Studi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora
UIN SUnan Ampel (Surabaya: Fak Adab dan Humaniora UIN SUnan Ampel, 2013),
h. 11.
[13] Baried, Pengantar Teori Filologi,
h. 5.
[14] Molen Willem, “Aim and Methods of
Javanese Philology” dalam Indonesia Circle, 1981, h. 5.
[15] Wilson Reynold, Scribes and Scholars,
A Guide to the Transmission of Greek and Latin Literature (Oxford:
Clarendon Press, 1975), h. 186.
[16] I Ketut, Sebuah Pengantar Metode
Filologi, 15–16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar