Hai Dear, wellcome to my Blog

Senin, 15 September 2014

Tradisi Pacu Jawi di Minangkabau, Sumatera Barat



"Pacu jawi ini merupakan tradisi masyarakat Kabupaten Tanah Datar yang sudah turun temurun, serta sebagai bentuk rasa syukur para petani atas hasil panenan padi mereka," ujarnya menerangkan makna dari kegiatan pacu jawi.   
Lanjut Darsono, setiap tahunnya alek nagari (pesta rakyat) pacu jawi tersebut diselenggarakan selama empat minggu berturut-turut serta dilangsungkan di empat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar, yaitu di kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Limau Kaum dan Kecamatan Sungai Tarab secara bergiliran. Dan di penghujung tahun 2012 ini Kecamatan Sungai Tarab mendapat giliran untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Di Kecamatan Sungai Tarab dipaparkan oleh Darsono, kegiatan pacu jawi diadakan pada tanggal 10, 17, 24 November dan 1 Desember. "Jadi hari ini merupakan hari terakhir atau hari penutupan pacu jawi," imbuh Darsono.
Dalam tradisi pacu jawi sendiri kata Darsono, selain untuk mengisi waktu luang antara musim panen dengan musim tanam, pacu jawi juga digunakan ajang hiburan bagi masyarakat sekitar dan sebagai ajang silahturahmi di antara para petani karena peserta pacu jawi jumlahnya mencapai ratusan.  "Untuk kegiatan pacu jawi kali ini saja ada lebih dari 400 jawi yang ikut ambil bagian," jelas Darsono.


(Peserta pacu jawi (joki) tengah memacu sapinya di arena lintasan.  Sapi yang mampu berlari dengan lurus dan sampai dengan cepat di garis finish adalah pemenangnya.)

(Tak hanya orang dewasa saja yang menyaksikan pacu jawi , anak-anak  pun tak mau ketinggalan menyaksikan tradisi yang telah berusia ratusan tahun tersbut.)
Jika dikatakan sebagai hiburan bagi masyarakat sekitar itu jelas. Hal ini bisa terlihat dari semaraknya kegiatan pacu jawi, di mana anak-anak hingga orang tua rela berbondong-bondong datang ke lokasi pertandingan agar bisa menyaksikan secara langsung dari dekat tradisi yang sudah turun-temurun beberapa generasi itu. Bahkan yang menarik lagi dari tradisi pacu jawi adalah sapi-sapi yang akan ikut bertanding ternyata juga memiliki kepopuleran. Tak sedikit pengunjung yang menyempatkan diri untuk berfoto bareng dengan para sapi-sapi peserta sebelum pertandingan dimulai. Apalagi sapi-sapi para peserta biasanya dihias dengan pernak-pernik hiasan yang mengandung unsur warna-warna cerah agar bisa tampil cantik dan menarik perhatian banyak pengunjung sebelum turun ke lintasan.

(Sebelum turun ke lintasan, sejumlah sapi tampak dipercantik dengan berbagai hiasan dan ornamen. Sapi-sapi yang dihias itupun kerap menjadi obyek untuk berfoto bersama.)
Tak hanya sampai di situ, kemeriahan tradisi pacu jawi tidak hanya terjadi di areal lintasan saat kegiatan berlangsung, tetapi kemeriahan juga tetap terjadi di pinggir lintasan. Masyarakat sekitar yang tidak turun ke lintasan juga turut meramaikan dengan tarian dan nyanyian tradisional khas masyarakat Tanah Datar. Kemeriahan musik dan tarian tradisional seolah menjadi irama pengiring dan penyemangat bagi para joki yang tengah memacu sapi-sapinya.
(Kemeriahan tak hanya terjadi di arena lintasan pacu jawi, tetapi di pinggir lintasan kemeriahan  masyarakat sekitar  yang meramaikan dengan nyanyian dan tarian tradisional seolah turut menjadi penyemangat bagi para joki yang berlaga.)
Yang Paling Lurus dan Tercepat adalah Pemenangnya 

(Sapi yang mampu berlari dengan lurus dan sampai dengan cepat di garis finish adalah pemenangnya.)
Saya dan rombongan yang baru pertama kali menyaksikan secara langsung tradisi pacu jawi pun penasaran akan aturan main pacu jawi. “Bagaimana cara menilai dan menentukan pemenangnya, apalagi dalam pacu jawi masing-masing peserta berlaga sendiri di lintasan tanpa lawan,” batin saya dalam hati.
Seolah bisa menebak apa yang ada dalam benak saya serta tidak mau membuat saya dan rombongan penasaran, Darsono pun menjelaskan aturan permainan pacu jawi. Katanya penilaian siapa yang menang dan kalah bukan pada seberapa cepat sapi bisa mencapai garis finish, tetapi penilaian utama dari pacu jawi adalah seberapa lurus sapi mampu berlari di lintasan hingga menyentuh garis finish. "Kalau dalam pacu jawi ini yang dinilai adalah lurus tidaknya sapi berlari dalam lintasan," urainya.
Untuk itu, agar sapi para peserta bisa menjadi jawara, maka seorang joki sapi haruslah memiliki keterampilan dan tekhnik serta jam terbang dalam mengendalikan sapi. Terlebih dalam tradisi pacu jawi seorang joki harus mengendalikan dua sapi sekaligus, sehingga keahlian menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Pada saat pertandingan tengah berlangsung, seorang peserta haruslah mengendalikan sepasang sapi yang diapit oleh peralatan pembajak sambil memegang tali dan menggigit ekor sapi. Bahkan dari berbagai informasi yang saya dapat, ke dua ekor sapi haruslah digigit ketika tengah mengendalikan sapi, karena semakit kuat gigitan sang joki ke ekor sapi maka sapi akan semakin cepat berlari.

(Para joki tengah menyaksikan lawan-lawannya berlaga di arena lintasan.)


(Berbagai ekspresi wajah joki tampak  berbeda usai turun dari lintasan  pacu jawi.)

Selain itu juga katanya, jika bisa memenangkan pertandingan ini hadiah bukanlah tujuan utama karena hadiah yang diberikan oleh panitia tidaklah seberapa, namun jika menjadi pemenang secara otomatis harga sapi yang menjadi jawara memiliki nilai jual yang berlipat dibanding harga sapi biasa. "Sapi yang menjadi pemenang harganya bisa di atas Rp 25 juta," katanya.
Untuk itu sambung Darsono, agar sapi-sapi yang diperlombakan bisa menang tentunya harus dalam kondisi yang prima. Untuk menciptakan kondisi yang fit dan prima tentunya ada perlakuan khusus terhadap para sapi. “Biasanya sebelum bertanding para pemilik sapi memberikan makanan ataupun minuman yang berkhasiat agar sapi bisa tampil maksimal,” urainya.(*)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar